Foto diambil sesaat setelah berziarah dimaqom Mbah Sunan Muria |
Identiknya
seorang santri merupakan sebuah investasi bangsa yang berharga dan selalu
konsisten memberikan suasana yang teduh dan damai bagi setiap orang yang ada di
sekitarnya. dibalik peran seorang santri di pondok pesantrennya yaitu sebagai
penuntut ilmu agama yang tak lelah mengaji dan mengkaji kitab kitab turats
karya para ulama' klasik yang kaya akan nilai nilai luhur keislamannya, dengan
memperdalam wawasan keilmuannya dan nilai budi pekerti yang luhur, tentunya
menjadikan seorang santri sebagai tolak ukur dan suri tauladan di
masyarakatnya. jiwa tolong menolong, bersikap tawadlu', memuliakan dan
menjunjung tinggi nama kyainya, saling menghormati satu sama lain dan
keikhlasan dalam setiap amalnya merupakan ruh seorang santri yang sejati.
Lalu
bagaimana metode yang seyogyanya diterapkan santri dalam mengaplikasikan
ilmunya di kehidupan sehari hari terutama ketika ditengah masyarakat agar
masyarakat dapat memahami dan menerimanya dengan benar. tentunya seorang santri
harus memahami suatu masyarakat sekitarnya dengan baik supaya apa yang di
sampaikan sesuai dengan keadaan sosial dan individual suatu masyarakat
tersebut. maka sudah menjadi kewajiban bagi santri dalam amalannya pun harus
dibarengi dengan rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesama, menghormati yang
lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. santri tidak boleh gegabah dalam
menanggapi suatu masalah lalu mudah meluapkan emosi yang tidak wajar ditengah
masyarakat yang menurutnya agak berseberangan pendapat dengannya. jiwa seorang
santri adalah pembawa ilmu dan menyampaikannya kepada masyarakat tanpa
mengaharap imbalan dan terimakasih dari siapapun dan juga membawa ilmu dan
menyampaikannya dengan disertai rasa cinta kepada baginda agung Rosulullah SAW.
sehingga tercapai tujuan seorang santri yaitu menebar kedamaian ditengah
masyarakat dan menjadi washilah tercapainya rahmat dan hidayah bagi umat.
Namun
lambat laun seiring berjalannya waktu tidak sedikit dari santri yang seakan
terkikis oleh arus medernisasi yang serba praktis dan instan di zaman sekarang.
jiwa tirakat yang telah diajarkan dan diterapkan para kyainya seakan sudah
mulai luntur begitu saja, sebagian dari mereka lebih memilih gaya hidup
kekinian yang lebih eksis dikalangan para pemuda zaman sekarang. maka wajar
saja jika sikap ikhlas, ta'awun dan tawdlu' seorang santri terhadap sesama
ataupun yang lebih tua sudah mulai pudar sedikit demi sedikit, dan imbasnya
tentu akan memperburuk karekter seorang santri sendiri.
Tidak
sedikit sebagian santri zaman sekarang yang dengan mudahnya berdakwah dan
menyampaikan ilmu dengan berdalil nash atau teks belaka tanpa memahaminya
dengan baik dan benar. sehingga masyarakat dalam menerimanya masih dalam kutip
"tanda tanya", sebagian ada yang membenarkannya, dan kebanyakan masih
ragu. dalam berdalil dengan nash quran atau hadis saja tanpa memahaminya lalu
menghukumi suatu masalah dengan apa yang sesuai pemikirannya saja tentu akan
melahirkan pemahaman yang rancau, serta akan menimbulkan banyak pemahaman yang
salah kaprah.
Disini
penulis ingin sedikit memaparkan 3 point yang tidak sedikit orang keliru dalam
memahaminya dengan baik sehingga melahirkan benih benih radikalisme yang wajib
kita waspadai.
Point
pertama yaitu fahmu an nash, merupakan point terpenting bagi seorang santri
dalam memecahkan atau menghukumi suatu masalah, sehingga tidak terburu-buru
dalam memaknai suatu teks quran maupun hadis sesuai dengan dzhohirnya saja
tanpa memperhatikan maqosidnya, karena mengingat di zaman yang serba praktis
ini tak jarang kita temui di media sosial oknum yang memaknai suatu nash tanpa
memahami maqosidnya dengan benar dan baik. sehingga dengan mudahnya mereka
dalam menghukumi suatu masalah tertentu dengan berdalil menggunakan nash quran
ataupun hadits sesuai jalan pemikirannya saja tanpa mempertimbangkan
kemaslahatan umat disuatu tempat tertentu.
Para pendukung dan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengadakan aksi protes menentang keputusan Presiden |
Kemudian
disamping pemahaman terhadap nash dengan benar dan baik, seorang santri
sayogyanya mampu membedakan dengan baik antara manhaju an nabi dan zaman an
nabi. ada sebagian aliran yang mana mereka berpegangan teguh dalam amalan
sehari harinya mengacu pada zaman an nabi. mereka menginginkan penerapan hidup
di zaman sekarang ini sesuai persis dengan apa yang ada pada zaman nabi,
sedangkan zaman nabi sudah lewat tak akan kembali lagi dan zaman sekarang sudah
banyak mengalami perubahan baik dalam lingkup kebudayaan maupun tradisi masing
masing masyarakat. sehingga dengan mudahnya mereka menuduh bid'ah suatu tradisi
islam yang berkembang di suatu masyarakat tertentu. maka jika mereka memahami
islam dengan apa yang ada di zaman nabi saja tentunya pemahman islam oleh
mereka begitu sempit, karena disetiap suatu masyarakat pasti tak terlepas oleh
suatu bentuk tradisi dan budaya dalam mewujudkan kecintaannya terhadap
keislamannya masing masing dengan baik dan benar. lantas mana bentuk rahmatan
lil alamin yang dibawa oleh Rosulullah SAW jika mereka hanya memahami bahwa
islam itu adalah yang sesuai dizaman Nabi saja. maka seolah mereka bilang islam
tidak akan sesuai dengan zaman kapanpun dan dimanapun, karena akan selalu
menemukan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan zaman nabi lantas bagaimana
mereka menerapkan islam di zaman ini? karena situasi dan kondisi sekarang sudah
berbeda dengan zaman nabi, begitu juga banyak sarana kehidupan yang mengalami
perubahan yg semakin maju dizaman ini. tentunya jalan nalar pemikiran mereka
sudah jelas tidak bisa diterapkan di waktu kapanpun dan di tempat manapun.
Manhaj an
nabi yang seharusnya menjadi pegangan oleh kalangan santri, sehingga bisa
menerapkan bahwa islam adalah agama yang sholih likulli zaman wa makan, bisa
diterapkan disetiap masa, tempat, dan tradisi dari beragam tradisi yang ada di
berbagai daerah . maka dengan penerapanan manhaj an nabi islam akan terwujud
dengan ke wasathiyahan nya disetiap zaman dan tempat manapun.
Point ke 2
apa itu arti jihad? pemahaman tentang jihad yang benar dan baik sesungguhnya
point penting bagi seorang santri agar terjauhkan dari sekte sekte pemikiran
jihadis yang salah kaprah dalam memaknai arti jihad. mereka kaum jihad memahami arti jihad hanya dengan pengertian perang saja, dan memahami perang
dengan makna membunuh, inilah pemahaman mereka tentang jihad yang tidak sesuai
dengan manhaj nabi. lalu mengapa banyak orang yang lari dari islam disebabkan
oleh jihad yang diserukan oleh sebagian oknum yang gagal faham memaknai jihad?
tidak lain karana oknum tersebut dalam pendangan mereka jihad dan peperangan
tidak memiliki peran sama sekali untuk menyebarkan hidayah. sehingga hanya
kebencianlah yang mewarnai dalam pemahaman mereka, lalu melahirkan pemahaman
radikalisme yang meresahkan masyarakat. adapun sebab sebab pemikiran
Radikalisme yang mulai berkembang diantaranya sebagai berikut :
- Pemahaman
yang salah dalam memaknai ayat al quran dan al hadits dan juga kitab kitab
turats islami.
- Menafsirkan
Nas quran maupun hadits sesuai dengan hawa nafsu mereka dan jauh dari
pemahaman yang benar.
- Mencampur
adukan antara agama dan pemahaman pemahaman politik yang bermacam macam.
- Masuknya
banyak pendakwah yang mempunyai pemikiran pemikiran yang bertentangan
dengan suatu konsep negara tertentu.
- Terlalu
berlebihan dalam perselisihan pendapat
yang menyebabkan kefanatikan yg tidak wajar terhadap suatu golongan
tertentu.
- Sebagian
pendakwah tidak memahami masalah masalah yang ada di masyarakat, dan tidak
adanya keterkaitan antara agama dan realita yang terjadi.
Adapun
pengertian jihad menurut para ulama' sangatlah luas, karena jihad yang
disyariatkan oleh Allah adalah perkara yang sangat mulia, dapat terwujud dalam
berbagai bentuk; bisa terjadi dalam hati, dakwah, argumentasi, penjelasan,
pendapat dan pengaturan. jihad merupakan sarana, bukan semata mata sebuah
tujuan yang ingin dicapai. ia bukan semata mata tujuan, namun hanya sebuah
sarana untuk mendapatkan hal lain yang lebih sempurna. maka tidak ada kaitan
antara jihad dan peperangan. akan tetapi jihad berkaitan dengan perkara yang
dapat mewujudkan tujuannya. sehingga terkadang justru peperangan harus
ditinggalkan demi tercapainya tujuan yaitu jihad. sedangkan maksud dari jihad
sendiri adalah memberikan hidayah kepada manusia serta mengajak mereka kepada
tauhid dan syariat islam, bukan malah membuat orang orang lari katakutan akan
memeluk agama islam.
Point ke
3, sudah menjadi kewajiban bagi seorang santri untuk mencintai tanah airnya
karena dari tanah airlah santri dilahirkan dan dibesarkan lalu bagaimana
mungkin anak melupakan ibundanya yang telah memberi rasa aman dan tentram sejak
kecil di pelukannya?. namun beberapa aliran islam dalam delapan puluh tahun
terakhir telah melahirkan jalan berfikir yang keliru. mereka berusaha
memaparkannya tentang sejumlah permasalahn yang besar, meski mereka tidak
memiliki kapasitas dalam memahami syariat. sebab perpecah belahan
bangsa yang telah terjadi di sebagian bangsa di dunia ini, tidak lain di
sebabkan dari kesalah fahaman mereka tentang memaknai arti kebangsaan dan
memisahkan keterkaitannya dengan agama. adapun persepsi tentang tanah air di
dalam nalar mereka terdiri dari beberapa hal, yaitu:
- Tanah air adalah gugusan tanah yang tidak bernilai.
- Menolak konsep tanah air, karena menurut mereka itu adalah tandingan dari khilafah atau umat.
- Tanah air adalah batasan batasan geografis (teritorial) yang dibuat oleh kaum imperialis. Karenanya menurut mereka tidak perlu mencintai tanah air dan menerapkan konsepnya.
- Tanah air adalah tempat tinggal yang kalian sukai dan dilindungi oleh allah.
- Di dalam syariat tidak ada satu pun ayat dan hadits yang menganjurkan untuk mencintai tanah air.
- Hadits terkait cinta Nabi kepada Makkah merupakan
kekhususan bagi makkah, maka mereka tidak perlu menganalogikannya dengan
tempat tempat lain.
Itulah beberapa pemahaman yang gagal dari oknum oknum pemecah belah umat
dalam memaknai arti cinta tanah air, sedangkan mereka juga tidak mempunyai
porsi yang mumpuni dalam memahami syariat. Seorang santri dalam memahami cinta tanah air
memang harus di barengi pemahaman yang selaras dengan pemahaman pemahaman para
kyai yang ikut andil besar dalam merebut kemerdekaan indonesia, agar hubbul
wathon minal iman menjadi jiwa sejati bagi santri dalam mengisi kemerdekaan
dengan suatu hal hal yang baik dan bermanfaat bagi seluruh umat
Imam
Fakhruddin al Razi memiliki pandangan yang bagus dalam memberikan dalil Al
Quran terkait cinta tanah air, yang memberi ketegasan bahwa cinta tanah air
adalah dorongan fitrah yang sangat kuat yang ada pada setiap jiwa manusia.
beliau mengatakan hal itu pada saat menafsirkan penggalan ayat QS An Nisa 66 :
ولو أنا كتبنا عليهم أن اقتلوا أنفسكم أو اخرجوا من دياركم
yang
artinya: "dan
sesungguhnya kalau kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau
keluarlah kamu dari kampungmu".
Beliau berkata "Allah menjadikan meninggalkan kampung halaman
setingkat dengan bunuh diri". Dan seakan Allah berfirman :
"Seandainya Aku perintahkan kepada mereka salah satu dari dua kesulitan
besar di alam semesta maka mereka pasti tidak akan melaksanakannya. Dua
kesulitan terbesar itu adalah bunuh diri dan meninggalkan tanah air".
Allah menjadikan kesulitan untuk melakukan bunuh diri sama persis dengan
kesulitan meninggalkan tanah air.
Sesungguhnya cinta tanah air membuat condong seseorang untuk selalu mengharapkan sesuatu kebaikan bagi negaranya dan juga anak
anak bangsa. Hal tersebut dapat kita temui pada perangai nabi ibrohim alaihi as
salam yang selalu mendoakan kebaikan untuk bangsanya. Sebagaimana firman allah
swt di surat ibrohim ayat 35 :
"و إذ قال إبراهيم رب اجعل هذا البلد ءامنا و اجنبني و بني أن نعبد الأصنام"
yang
artinya: dan (ingatlah) ketika Ibrohim berdoa, Ya Tuhan, jadikanlah negri ini
(mekah), negri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak
menyembah berhala."
Di ayat ini Nabi Ibrohim berdoa kepada Allah agar bangsanya selalu
terciptakan dalam keadaan aman dan juga penduduknya agar di jauhkan dari
menyembah berhala. Bahkan para ulama menjadikan cinta tanah air sebagai 'illah
(sebab) beratnya perjalanan secara mutlak. Sehingga sebagian pensyarah hadits
berpendapat demikian ketika menafsirkan hadits yang diriwayatkan oleh imam
Ahmad dan al Thabrani dari hadis sahabat Uqbah bin Amir al juhani bahwasanya
Nabi SAW bersabda:
ثلاثة تستجاب دعوتهم الوالد لولده و المسافر و المظلوم على ظالمه
yang
artinya: "Ada tiga orang yang doanya pasti dikabulkan; doa orang tua
kepada anaknya, musafir (orang yang bepergian), dan orang yang teraniaya
terhadap orang yang menganiayanya."
Para ulama pensyarah hadits memberikan alasan tentang sebab dikabulkannya
doa seorang musafir, yaitu penderitaannya yang meliputi kekurangan bekal,
kebutuhan, dan kesedihan karena meninggalkan tanah air dan keluarganya.
Lalu bagaimana sikap seorang santri dalam mewujudkan cinta tanah airnya
di era globalisasi ini yang serba instan dalam menerima informasi. Semestinya
seorang santri dalam menggunakan media sosial menjadi peran sebagai peredam dan
penyejuk bagi seluruh umat dalam suatu perselisihan pendapat yang mudah dijual
belikan hanya demi kepentingan politik atau bisnis belaka. Maka seorang santri
harus benar benar faham porsi mereka di dalam interaksi media sosial yang
sangat bebas. Sangat di khawatirkan jika seorang santri jika dengan mudahnya
menyebar atau mengeshare berita berita politik yang tidak tau menau sumber
kejelasannya, karena menyebarkan hoax sama saja memecah belah umat.
Sumber: Al
quran al karim, haqqul mubin (dr usamah sayyid azhari), Al azhar conference for
terrorisme and extrenism (forewed by Syeikh Ahmad Tayyib).
oleh : Muhammad Farhan Nafis ( Mutakhorijin Ponpes Al Fattah & mahasiswa Universitas Al Azhar Cairo Mesir).
0 comments: