Santri (Masih) Relevan kah…?
Kaum sarungan, baik itu Kyai atau Ustadz selalu mengatakan
atau lebih senang jika disebut sebagai “Santri”, banyak juga yang
mendefinisikan siapa itu santri, murid yang ngeger (ngabdi) kepada kyai pada
zaman Kolonial Belanda dahulu sangatlah dihormati. Mereka itu disebut dengan
“Santri”. Dalam bahasa Sansekerta, santri merupakan akronim dengan suku kata
masing – masing “san” berarti kebagusan, sedangkan “tri” berarti tiga. Jadi,
ketika sudah melalui proses penggabungan, kata “santri” memiliki arti “tiga kebagusan”.
Tiga kebagusan itu mencakup Islam, Iman dan Ihsan.
Relevannya Santri Sekarang |
Tetapi,
berdasarkan realitas saat ini, kata “santri” agak tepat didefinisikan sebagai
individu yang mengkaji ilmu agama didalam lingkungan pondok pesantren. Untuk
melegiminasi siapa santri itu dan misi apa yang di emban oleh santri. Dalam hal
ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 122 :
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ
كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ
فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ
١٢٢
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semua (ke medan
perang), sebaiknya supaya tiap golongan diantara mereka terdapat beberapa orang
yang memperdalam pengetahuan tentang agama dan memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka kembali, agar mereka dapat menjaga diri” (Qs. At-Taubah
: 122)
Ayat
diatas menginformasikaan bahwa santri adalah dia yang memposisikan diri sebagai
pembimbing umat, serta siap sedia mempersiapkan kader – kader dakwah
berkepribadian kokoh demi menjaga kemurnian ajaran agama.
Santri
memahami agama bukan berdasarkan teks saja, akan tetapi secara konteks baik
tersirat maupun tersurat. Jadi santri paling tidak harus bisa memahami betul
apa kandungan yang ada di dalam sebuah teks.
Sedangkan, pesantren sendiri merupakan wadah dimana untuk
menggembleng keilmuan dan adab mereka sebelum terjun kemasyarakat. Ia menjadi
tempat simulasi terkecil menempa kemandirian, sikap saling menghormati, gotong
royong, organisasi dan konsep-konsep sosial yang lainnya. Disitulah kepekaan
sosialnya dirangsang. Menyikapi situasi dan kondisi, lantas mencari sebuah
solusi.
Hampir tidak mungkin atau peluang sangat kecil sekali, jika
santri melakukan hal anarkis atau menjadi teroris. Pun tidak pernah terdengar
ada pesantren yang melakukan tawuran antar pesantren seperti yang dilakukan
sebuah lembaga pendidikan yang didanai dan dikelola oleh negeri ini. Tawuran
saja tidak bisa, apalagi anarkis. Mereka mempunyai pandangan bahwa sebagai santri harus mendahulukan akhlak mereka diatas ilmu.
Seperti
dawuhnya Abuya Sayid Muhammad ibnu Alawi Al-Hasani Al Maliki “Akhlak lebih
didahulukan daripada Ilmu”. Mereka yang berbuat anarkis dan menjadi teroris
yang meneriakkan atas nama agama adalah orang minim keagamaan, lalu mereka
bertemu atau belajar kepada orang yang tidak tepat.
Sehingga,
mereka keblinger surga, yang akhirnya saking keblingernya menggunakan cara
instant yang menurut mereka itu adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkannya.
Padahal jihad fisabilillah yang diajarkan dipondok pesantren adalah menyebarkan
luaskan ilmu dan menyebar kedamaian terhadap sesama. Karena konsep Hablum
Minannaas dikaji lebih mendalam disana. Santri mempunyai semboyan,
المحافظة على القديم الصالح والأخد بالجديد
الاصلاح
“Melestarikan hal-hal kuno (masih relevan) dan mengambil
sesuatu terobosan yang baru (langkah inovatif)”.
Meskipun
begitu mereka tidak fanatik. Tetap membuka diri untuk hal yang baik. Mereka
juga tidak alergi dengan teknologi dan modernitas. Bisa kita lihat, sekarang
kaum santri tidak mengaji saja tapi dunia digital pun mereka pelajari.
Komputerisasi
di lab-lab pesantren seakan tak mau kalah dengan lembaga pendidikan lainnya.
Namun, sekencang apa pun badai globalisasi yang terjadi mau tak mau harus
diikuti, akan tetapi itu tidak akan merubah dan membuat santri kehilangan
identitasnya. Jadi, label kolot, fanatik dan alergi terhadap kemajuan zaman
merupakan kesalahan.
Kegiatan Santri Untuk NKRI Yang Menjadi Bukti Bahwa Santri itu Tidak Fanatik |
Bagaimana mungkin tidak, penduduk Indonesia mayoritas
muslim, namun mereka tidak egois menjadikan negeri ini negeri islam. Mereka
tetap setia pada kebhenikaan yang tunggal ika. Dengan kesadaran penuh bahwa
Tuhan menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Maka, adanya pondok
pesantren dan santri eksistensinya sangat masih dibutuhkan diera globalisasi
yang sarat dengan kemajuan teknologi. Mereka menjadi titik penyeimbang.
Walaupun, sebenarnya keberadaan santri terus menerus ingin digerus oleh
pihak-pihak tertentu. Mereka tahu, tapi mereka tidak terpancing menanggapi
isu-isu negatif. Dan cukuplah hari santri nasional menjadi jawaban bagi
pihak-pihak tertentu yang ingin menenggelamkan santri itu menjadi semakin
gusar, gelisah dan kepanasan. Karena, santri semakin erat dan kokoh
persatuannya membela, menjaga dan merawat negeri ini.
0 comments: