Wednesday, April 24, 2019

DEWAN PIMPINAN



Dewan Pimpinan Pondok Pesantren Putra Al Fattah terdiri dari keluarga Ndalem, Yaitu Abuya H. Ahmadi Abdul Fattah selaku dewan pimpinan I ( Pengasuh), Istri Beliau Hj. Muthi' Imaroh selaku Dewan Pimpinan II, putra beliau Agus H. Aniq Muhammad Makki selaku Dewan Pimpinan III, dan Ning Ma'unah selaku Dewan Pimpinan IV (Istri Agus H. Aniq Muhammad Makki).


Alih-alih beberapa pondok pesantren di Indonesia mulai membuka diri terhadap kurikulum non Pesantren (Salaf atau Tradisional) dan bahkan meninggalkan ciri-ciri kesalafan sistemnya, beliau -dibantu oleh putranya- berusaha mempertahankan kesalafan (ketradisionalan) Pondok Pesantren Al Fattah Kudus tercinta. Sebuah langkah yang berani di tengah-tengah "perubahan" mindset masyarakat millenial.

Jabatan
Nama
Pendidikan Terakhir
Dewan Pimpinan
 I
KH. Ahmadi Abdul Fattah, Lc. MA.
Ma’had ‘Aly Darul Hadist Makkah
Dewan Pimpinan
II
Bu Nyai Hj. Muthi’ Imaroh
Pondok Pesantren
Dewan Pimpinan III
KH. Aniq Muhammad Makki, Lc
Jami’ah Islam Madinah
Dewan Pimpinan IV
Mbak Nyai Ma’unah
Universitas Muria Kudus

Monday, April 15, 2019

JANGAN ASAL CEPLAS CEPLOS, INI ULAMA !

Sebagai santri, bagaimana sikap kita tentang video tersebut? Di satu sisi, kita menilai bahwa beliau 'plin plan' dengan fatwa beliau sendiri, tapi disisi lain beliau adalah ulama yang harus kita hormati. Ulama sekaliber beliau, cucu dari As Syekh Nawawi Bantani -Rahimahullah- KH. Ma'ruf Amin.
Perlu diketahui, bahwa fatwa  yang pertama beliau lontarkan pada tahun 2012, sedangkan tahun 2018 (saat beliau menjadi cawapres) beliau mengucapkan selamat natal pada publik. 
Lantas, bagaimana tanggapan kita ?
        Sebagai jalan tengah, mungkin saja pada tahun 2012 beliau berpegang pada dalil yang mengharamkan mengucapkan selamat natal, sedangkan pada tahun 2018 beliau menemukan dalil lain yang membolehkan. Hal tersebut sudah biasa terjadi pada kalangan ulama, mengingat ada kaidah fiqhiyyah :
  الإجتهاد لا ينقض بالإجتهاد
"Ijtihad tidak bisa digugurkan dengan ijtihad"

Imam syafi'i juga mempunyai 2 qoul yang berbeda, qoul qodim (saat beliau masih di Irak) dan qoul jadid (sesudah kepindahan beliau ke Mesir). Toh qoul qodim beliau masih bisa dipakai walaupun sudah ada qoul jadid karena adanya kaidah diatas.
Lagipula, rasanya sangat tidak mungkin bagi ulama sekaliber Beliau melakukan sesuatu yang ditampilkan ke publik tanpa dasar. Cukuplah kita berhusnudzon dengan kebodohan kita yang terlampau jauh dengan kealiman Beliau.

Jangan sampai kita berprasangka buruk pada ulama ulama kita, sebagaimana do'a Imam Nawawi Ad Dimasqy
 اَللَّهُمَّ اسْتُرْ عَيْبَ مُعَلِّمِي عَنِّي وَلَا تُذْهِبْ بَرَكَةَ عِلْمِهِ مِنِّي 
“Ya Allah, tutupilah aib guruku dariku, dan jangan Engkau hilangkan berkah ilmunya dariku.”


Satu hal lagi, pembelaan KH. Ma'ruf Amin bukan suatu dukungan suara kami pada paslon beliau, tapi kami membela beliau atas nama santri, yang geram atas tuduhan dan isu isu yang mencoreng nama baik beliau. 
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ Ulama adalah warisan para Nabi, siapa yang menghina ulama, maka dia sama saja menghina para Nabi sebagai pengibar panji agama Allah.

'Ala kulli hal, pilihan ada di tangan Anda !

Wallahu a'lam




                                                                                     MyM Arch

Sunday, April 14, 2019

MERDEKA DALAM MEMILIH !!


                 
           Setelah amandemen ke-4 UUD 45 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden yang semula dipilih oleh MPR, desipakati untuk mengusung rakyat secara langsung dalam pemilihannya sehingga pemilihan presiden ini masuk dalam PEMILU ( yang asalnya hanya diperuntukkan untuk pemilihan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaken / Kota). Buah dari amandemen ini mengakibatkan polemic tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Perbedaan pandangan terhadap calon yang tersedia tidak bisa dihindarkan yang ujung ujung dapat menyebabkan perseteruan antar keluarga, masyarakat dengan tokoh panutannya, guru dan murid, hingga masuk ranah pesantren antara santri dan kiai nya. 
            Bagai makan buah simalakama, mereka dihadapkan pada dua pilihan yang sulit antara memilih pilihan mereka sendiri atau taat pada orang tua atau guru. Orang tua memaksa anaknya mengikuti pilihannya, atau kiai yang menginstruksikan santrinya agar memilih calon tertentu sudah lumrah terjadi dilingkungan kita. Padahal sudah kita ketahui bahwa asas PEMILU Indonesia menganut asas LUBERJURDIL ( Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, Adil). Langsung yang berarti pemilih memilih calon secara langsung tidak bisa diwakilkan pada orang lain. Umum yang berarti yang berarti pemilihan dapat diikuti oleh semua warga yang sudah memenuhi syarat. Bebas yang berarti pemilih dapat memilih pilihannya secara bebas, tanpa paksaan dari pihak manapun. Rahasia berarti hanya pemilih yang tahu pilihan calonnya. Jujur yang bebarti memilih calon sesuai peraturan yang ada untuk memastikan warga yang mempunyai hak memilih dapat memilih sesuai kehendaknya dan setiap surat suara mempunyai nilai yang sama dan asas adil yang berarti perlakuan yang sama antara peserta pemilu (calon) dan pemilih, tidak ada diskriminasi dan pengistimewaan pada keduanya.
                  Berdasarkan asas asas tersebut, diharapkan pencoblos dapat mengituti pesta demokrasi ini secara sehat, sejuk, dan damai berdasarkan sila ke-4 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'
            Lalu bagaimana sikap kita menjadi pihak  yang dipaksa ?
 Memilih pemimpin adalah ladang ijtihad bagi kita, mana pemimpin yang paling membawa maslahat bagi ummat dengan kebijakannya nanti, itulah pilihan yang harus kita ijtihadi.

وبهذا يعلم انه لا يلزم الولد امتثال امر والده بالتزام مذهبه,لأن ذاك حيث لا غرض فيه صحيح مجرد حمق, ...
 Bilamana seorang anak atau santri memiliki pandangan berbeda terhadap orangtuanya atau kiainya, dan mungkin sang anak atau santri tadi lebih tahu bahwa pilihannya adalah yang paling membawa maslahat, maka tidak masalah untuk mereka tidak mengikuti perintah. Karena lagi lagi esensi dalam hak pemilihan adalah yang paling membawa mashlahat.[2]

Untuk yang terakhir, marilah kita memilih pemimpin dengan pilihan 'merdeka', bukannya di'jajah' oleh doktrin atau faktor faktor external yang melemahkan pendirian kita.

Wallahu a'lam

                                                                                                                           MyM Arch



[1] http://www.nu.or.id/post/read/85341/      
[2] Lihat Fatawa Al Fiqhiyyah Al kubro Vol II Hal. 104-105

Saturday, April 13, 2019

Menjadi Khoiru Ummah


MAKNA TERSIRAT HADIST

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلْقُرْأَنَ وَعَلَّمَهُ 
  
            Beliau Rasulullah SAW. Telah memberitahukan kepada kita tentang sifat-sifat manusia terbaik yang diantaranya adalah ahlul Qur’an. Beliau menyifati manusia terbaik dengan orang yang selalu berinteraksi terhadap Al Qur’an melalui sabdanya yang berbunyi :


  عن عثمان رضي الله عنه, عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : خيركم من تعلم القرأن وعلمه

“Dari Ustman bin Affan RA, ia berkata : Rasulullah pernah bersabda, orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkanya” (Hadist shohih, riwayat Al Bukhori, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ad Darimi).

            Begitulah hadist dan arti umumnya . namun pada hadist tersebut ada makna tersirat yang mendalam, yang menjadi pedoman dan petunjuk bagi kita untuk berinteraksi dengan Al Qur’an sehingga bisa meraihpredikat ahlul qur’an. Namun jarang ada yang menjabarkan ma’na tersebut. dan disini insya Allah kami akan menjabarkanya, Billahittaufiq.

            Dimulailah dengan kata خَيْرُ yang berarti baik. Di bahasa arab, kata yang berarti baik hanya ada lima yaitu معروف, خير, طيب, إحسان, صالح meskipun memilik arti yang sama secara umum, tetapi masing-masing kata tersebut memiliki perbedaan yaitu :
                    إحسان     =  Baik yang silakukan karena Allah.
                    طيب        =  Baik dalam keadaan fisik.
                    خير         =  Baik dalam sifat
                    معروف    = Baik dalam berperilaku
                    صالح       =  Sehubungan dari 4 kata diatas

            Beliau SAW. Dalam hadist diatas memilih menggunakan kata خَيْرُ bukan sal-asalan, tetapi ada maksud tersendiri, seakan-akan beliau berkata, “Hei kamu! Siapapun, mau laki-laki, perempuan, tua, muda, buta / tidak, jika mau menjadi orang yang terbaik sifatnya, maka lakukanlah apa yang akan kuberitahu setelah ini.

            Kemudian kata تَعَلَّمَ yang secara umum berarti belajar. Dalam bahasa arab setidaknya ada dua kata yang memiliki arti belajar, yang masing-masing kata tersebut memiliki perbedaan, yaitu
تَعَلَّمَ dan دَرَسَ.

            Kata دَرَسَ secara khusus memiliki arti proses belajar yang cepat., sederhana dan mudah. Sedangkan تَعَلَّمَ memiliki arti proses belajar yang memerlukan waktu yamg tidak sebentar dan harus secara perlahan-lahan serta harus serius dalam proses pembelajaran.

            Lalu apa yang harus dpelajari agar kita menjadi insane yang memiliki akhlaq terbaik? Al Qur’an! Kitab petunjuk ummat Nabi Muhammad SAW. Yang terjamin keauntetikanya dan yang bernilai 10 pahala setiap hurufnya ketika dibaca.

            Sampai disini, Rasulullah SAW. Seakan mengatakan, “Hei kamu! Jika mau menjadi orang yang terbaik sifatnya, maka lakukanlah interaksi dengan Al Qur’an! Dekati Al Qur’an dengan cara membaca, menghafal, ataupun mentadabburinya (mempelajarinya), namun dalam berineraksi dengan Al Qur’an, kamu harus melakukanya secara bertahap dan berproses. Tidak dapat dilakukan dengan sekejap mata, dan juga dalam proses berinteraksi tersebut kamu harus bersungguh-sungguh karena kamu akan menghadapi hal-hal yang sulit seperti rasa bosan dan malas, sehingga kamu harus mempunyai motivasi yang double”.


            Selanjutnya pada kata وَعَلَّمَهُ yang berarti, “dan mengajarkanya (Al Qur’an)” seakan juga beliau pada kata ini mengisyaratkan kepada kita bahwa jika kita sudah berhasil mendekati Al Qur’an dan sudah akrab dengannya. Maka, kiat jangan lupa untuk mengajarkan apa yang telah kita [eroleh dari berinteraksi dengan Al Qur’an kepada saudara islam lainya, supaya mereka juga menjadi orang yang mempunyai akhalaq yang terbaik. Dan pada akhirnya akan menjadi khoiru Ummah (ummat yang terbaik).

            Pada intinya, hadist diatas selain mengabarkan tentang insan yang dikategorikan sebagai manusia terbaik sifatnya, juga memberi isyarat bagaimana cara supaya kita dapat mencapai insane yang terbaik sifatnya, yaitu dengan cara mendekati Al Qur’an baik dengan cara membaca, menghafal ataupun mentadabburinya, yang mana dari sini akan bertransformasi menjadi perilaku yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan sifat-sifat terbaik. 


والله اعلم
Ish_

Wednesday, April 3, 2019

Asal Usul Majelis Anwarul Mustofa


SEJARAH MAJELIS ANWARUL MUSTOFA

          Latar belakang berdirinya majelis ”Anwarul Mustofa” adalah ketika Agus H. Aniq Muhammad Makki, Lc. (Pimpinan Majelis Anwarul Mustofa), yang berada di Madinah untuk meneruskan studynya terbesit untuk membuat majelis pembacaan maulid Simthud Duror kecil-kecilan dirumah beliau. Tapi, ketika Gus Aniq pulang ke Kudus pada tahun 2015, rencana tersebut beliau urungkan karena  merasa Pekewuh dengan para ulama dan warga Kudus, mengingat umur juga masih belia. Sampai  suatu saat beliau duduk satu majelis dengan Al habib Muhammad bin Husain bin Anis bin Alwy bin Ali bin Muhammad bin Husain Al Habsyi (cicit Shohib kitab maulid Simthud Duror).

  
Agus H. Aniq Muhammad Makki, Lc. Pimpinan Majelis
 Pembacaan Maulid Shimthud Duror Anwarul Mustofa Kudus.
        Ceritanya Agus Aniq sampai dikenalkan  dengan Habib Muhammad adalah ketika itu ada  calon santri Ponpes Al Fattah, namanya Mas Ruky yang abahnya merupakan orang yang dekat dengan Habib Muhammad, nama abahnya adalah bapak H. Asrori. Ketika Habib Muhammad tindak-an ke Kudus biasanya beliau menginap dan beristirahat dirumah Pak Asrori. Dan saat Habib Muhammad beristirahat dirumah beliau, beliau meminta kepada Habib Muhammad untuk mendoakan putranya yang ingin mondok. Habib Muhammad lalu bertanya mondoknya dimana, jawab Pak Asrori di Ponpes Al Fattah yang diasuh oleh KH. Ahmadi Abdul Fattah, Lc. MA. Habib Muhammad bertanya lagi tentang pesantrenya Mas Ruky karena beliau belum mengenal KH. Ahmadi Abdul Fattah. Abahnya mas ruky menjawab lagi tapi dengan memakai nama Agus Aniq yang merupakan putra dari KH. Ahmadi Abdul Fattah, Habib Muhammad berkata lagi sama abahnya Mas Ruky tadi “mana toh fotonya?” Pak Asrori pun memperlihatkan fotonya dengan memberitahu nama facebooknya Agus aniq . setelah Habib Muhammad melihat facebooknya dan fotonya Agus Aniq beliaupun langsung mengerti, karena dulu waktu masih di Madinah Agus Aniq sering mengkomen postingan Habib Muhammad difacebook. Habib Muhammad pun langsung berkata kepada abahnya mas ruky “saya ingin bertemu dengan Gus Aniq!”. Setelah itu abahnya mas Ruky langsung memberitahu kepada Agus Aniq bahwa Habib Muhammad ingin bertemu dengan beliau.

Suasana Pembacaan Maulid Simthud Duror
Dimajelis Anwarul Mustofa.
       Lalu kemudian, hingga  datanglah saat  pertemuan antara  Agus Aniq dengan Habib Muhammad  di rumah Haji Asrori. Perbincangan sangat panjang  membahas tentang Kitab Simthud Duror dan Sang Muallifnya, Imam Ali Al Habsyi. Di tengah perbincangan itu, Habib Muhammad berkata “Gus, sampeyan iku lazim buat majelis”dan Agus Aniq diberi Ijazah kitab Simthud Duror bil munawalah yaitu dengan cara  memberikan kitabnya.

     Sesampai dirumah, Agus Aniq memberitahu dan menanyakan kepada ibunda beliau Ummi HJ. Muthi’ Imaroh akan amanah mendirikan majelis Simthud Duror maulid yang diberikan kepada beliau dari Habib Muhammad. Ternyata Ummi beliau pun dari dulu juga sudah terbesit membuat majelis kecil kecilan tetapi tidak disampaikan ke Agus Aniq, dan al hasil Ummi beliau pun menyetujuinya.

 
Suasana Pelaksanaan Majelis Anwarul Mustofa.
      Jumu’ah, 16 November 2018 M / 8 Robi’ul Akhir 1440 H, lahirlah majelis yang bernama ANWARUL MUSTOFA yang dipimpin Oleh Agus H. Aniq Muhammad Makki, Lc. Nama Anwarul Mustofa adalah nama yang dipilih Oleh Habib Muhammad langsung. Pada tanggal lahirnya juga merupakan tanggal pelaksanaan majelis pertama, pelaksanaan majelis ini dimulai ba’da shubuh dengan menggunakan sistem selapanan / satu bulan sekali yaitu setiap hari Jumu’ah Kliwon yang  bertempat di rumah Agus Aniq sendiri, alamatnya adalah Jln. K.H. Turaichan Adjhuri, No 36, Rt 002 Rw 003, Bejen, Kajeksan, Kudus yang juga merupakan lokasi Pondok Pesantren Putra Al-Fattah.

     Tentang Majelis Anwarul Mustofa Agus Aniq pernah berkata bahwa majelis ini bukan majelis saya, tetapi majelis Al Habib Ali bin Muhammad bin Husain al Habsyi yang merupakan Muallif dari kitab Simthud Duror sendiri. Dan mengenai kenapa kitab maulid yang dipilih Agus Aniq adalah kitab Simthud Duror dari sekian banyak kitab maulid karena beliau sudah menmpunyai ‘alaqoh (hubungan) dengan kitab Simthud Duror. Dan pembacaan kitab maulid Simthud Duror ini dibaca secara full / lengkap, yang disertai pelantunan qosidah sholawat yang sudah ditentukan.

Suasana Pembacaan Maulid Simthud Duror
Dimajelis Anwarul Mustofa.
     Agus Aniq juga berkata, bahwa majelis ini adalah majelis yang boleh dihadiri siapapun orang yang ingin menghadirinya, dan juga salah satu amanah dari Habib Muhammad untuk majelis ini adalah jangan ada kata atau sikap pemaksaan untuk menghadiri majelis ini. Tetapi bagi santri Ponpes Putra Al-Fattah hukumnya Wajib untuk menghadiri majelis tersebut.

    Harapan Agus Aniq kedepan untuk Majelis Anwarul Mustofa bukan supaya majelis ini cepat menjadi majelis yang besar, tetapi, harapanya adalah  siapapun yang pernah mengikuti majelis ini semoga rasa mahabbah kepada Rasulullah SAW.  semakin kuat dan medapatkan syafa’at dari beliau dunia hingga akhirat. Yang diutamakan dalam majelis ini bukan connect hubungan dhohiriyahnya melainkan hubungan bathiniahnya. Dan Agus Aniq diakhir wawancara biografi ini berkata, “Majelis Anwarul Mustofa ini akan berlanjut sampai kapanpun.!”
 Majelis Anwarul Mustofa Tampak
 Dari Depan.

Sumber : 
Hasil Wawancara INSAFEDIA Kepada Pimpinan Majelis Anwarul Mustofa, Agus H. Aniq Muhammad Makki, Lc. Sesaat Setelah terlaksananya majelis ke-4.

Isra' Mi'raj Sayyidil Wujud


Isra' Mi'raj Sayyidil Wujud 

Santri Ponpes Putra Al-Fattah Tengah Memperingati
 Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW.
Kehadiran Rasulullah SAW. mendakwahkan kebenaran dari Allah SWT rupanya membuat orang-orang musyrik Makkah benar-benar kehilangan kesabaran. Rintangan dan terror yang ditujukan kepada Nabi dan para pengikutnya tidak lagi mempertimbangkan waktu. Orang-orang Musyrik benar-benar tidak memberikan sedikitpun kepada Rasulullah dan para pengikutnya untuk dapat bernafas lega dari kedengkian dan kejahatan mereka.

Namun pada tahun kedelapan dari kenabian, Rasulullah SAW justru mendapatkan beberapa cobaan yang teramat berat baginya dan bagi para pengikutnya. Ujian itu adalah embargo kaum kafir Quraisy dan sekutunya terhadap umat Islam. Aksi embargo ini masih dijalankan meskipun waktu telah memasuki bulan Haram. Artinya Nabi beserta para sahabatnya tetap merasakan penganiayaan dan kedhaliman dari mereka yang biasanya menghentikan segala aktivitas permusuhan terhadap lawan-lawannya.

Setelah delapan tahun mendakwahkan agama Allah kepada kaumnya dengan didampingi dan dilindungi oleh dua orang kuat suku Qurays, yakni pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah, maka pada tahun ini Rasulullah pun harus rela ketika keduanya dipanggil menghadap Sang Rabb. Dengan demikian, pada waktu itu Nabi tiada lagi memiliki pembela yang cukup kuat di hadapan kaumnya sendiri yang memusuhi kebenaran. Dalam sejarah Islam tahun ini disebut 
’amul huzni, tahun kesedihan.

Rasulullah kemudian mengijinkan para pengikutnya untuk berhijrah ke Thaif. Namun rupanya Bani Tsaqif yang menguasai tanah Thaif tidaklah memberikan sambutan hangat kepada para sahabatnya. Mereka yang datang meminta pertolongan justru diusir dan dihinakan sedemikian rupa. Mereka dilempari batu hingga harus kembali dengan kondisi berdarah-darah.

Keseluruh cobaan berat ini dialami Rasulullah dan para sahabatnya pada tahun yang sama, yakni tahun kedelapan kenabian.

Atas cobaan yang teramat berat dan bertubi-tubi ini, maka Allah SWT kemudian memberikan ”sekadar hiburan” kepada Muhamad SAW yang sedang berkabung dengan segala keadaan dan perasaannya. Rasulullah menerima ”sepaket perjalanan rekreasi” untuk menyegarkan kembali 
ghirroh (semangat) perjuangannya dalam menegakkan misi Tauhid di Bumi.

”Paket perjalanan” yang kemudian disebut sebagai Isra’ Mi’raj ini sejatinya adalah sebuah pesan kepada seluruh umat Muhammad bahwa, segala macam cobaan yang seberat apa pun haruslah kita lihat sebagai sebuah permulaan dari akan dianugerahkannya sebuah kemuliaan kepada kita.

Dalam peristiwa itu, tepatnya 27 Rajab, Nabi Muhammad SAW dapat saja langsung menuju langit dari Makkah, namun Allah tetap membawanya menuju Masjidil Aqsha, pusat peribadahan nabi-nabi sebelumnya. Ini dapat berarti bahwa umat Islam tidak memiliki larangan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, sekalipun kepada golongan di luar Islam. Hal ini dikarenakan, Islam menghargai peraturan-peraturan sebelum Islam, seperti halnya khitan yang telah disyariatkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Keistimewaan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. merupakan perjalanan yang sangat suci dan mulia. buktinya, dari semua keterangan Qissoh Nabi-nabi Allah yang ada di Al-Qur'an, hanya surah Al isra' yang menceritakan dan menerangkan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW. yang diawali kata سُبْحَانَ .
yang memiliki arti  Maha suci Allah SWT.

سُبْحَانَ الّذِيْ أَسْرَى~بِعَبْدِهِ لَيْلاًمِنَ الْمَسْجِدِالْحَرَامِ إِلَى  الْمَسْجِدِالأَقْصَى الْذِى بَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ اَيَاتِنَا إِنّهُ هُو السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُُ
Sholat, Satu-satunya Ibadah Yang Allah SWT. Memerintahkannya
Kepada Rasulullah SAW. secara Langsung.
Perintah Shalat

Setelah melampaui Masjidil Aqsha, Nabi langsung diangkat naik sampai ke langit tujuh, lalu Sidratul Muntaha dan Baitul Ma’mur.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan, pada saat peristiwa Mi’raj, Nabi Muhammad SAW berada di Baitul Ma’mur, Allah SWT mewajibkannya beserta umat Islam yang dipimpinnya untuk mengerjakan shalat limapuluh kali sehari-semalam. Nabi Muhammad menerima begitu saja dan langsung bergegas.

Namun Nabi Musa AS memperingatkan, umat Muhammad tidak akan kuat dengan limapuluh waktu itu. ”Aku telah belajar dari pengalaman umat manusia sebelum kamu. Aku pernah mengurusi Bani Israil yang sangat rumit. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mitalah keringanan untuk umatmu.”

Nabi Muhammad kembali menghadap Sang Rabb, meminta keringanan dan ternyata dikabulkan. Tidak lagi lipapuluh waktu, tapi sepuluh waktu saja. Nabi Muhammad pun bergegas. Namun Nabi Musa tetap tidak yakin umat Muhammad mampu melakukan shalat sepuluh waktu itu. ”Mintalah lagi keringanan.” Nabi kembali dan akhirnya memeroleh keringanan, menjadi hanya lima waktu saja.

Sebenarnya Nabi Musa masih berkeberatan dengan lima waktu itu dan menyuruh Nabi Muhammad untuk kembali meminta keringanan. Namun Nabi Muhammad tidak berani. “Aku sudah meminta keringanan kepada Tuhanku, sampai aku malu. Kini aku sudah ridha dan pasrah.”

Nabi Muhammad memang mengakui bahwa pendapat Nabi Musa AS itu benar adanya. Lima kali shalat sehari semalam itu masih memberatkan. Namun lima waktu itu bukankah sudah merupakan bentuk keringanan?! Demikianlah.

Shalat telah diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sejak diturunkannya firman Allah pada awal kenabian,


يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلاً

Hai orang yang berselimut (Muhammad),),bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)... (QS. Al-Muzzammil, 73:1-19)

Ini adalah petunjuk bahwa Rasulullah dan para pengikutnya yang baru berjumlah sedikit kala itu memiliki kewajiban untuk bangun pada tengah malam untuk menjalankan kewajiban. Menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya, kewajiban shalat malam dihapuskan setelah ayat ke 20 atau ayat terakhir dari surat al-Muzammil ini diturunkan oleh Allah SWT.

إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِن ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِّنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَن لَّن تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah...

Kota Jerussalem, Bukti Sejarah
Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW.
Pelaksanaan ibadah shalat menunjukkan bahwa Baitul Maqdis di Yerusalem merupakan salah satu tempat sangat penting posisinya dalam agama Islam sebagai kiblat pertama umat Islam. Kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi Shalat dan para pengikutnya menghadap Baitul Maqdis, sebelum akhirnya Allah memerintahkan umat Islam untuk memindahkan kiblatnya ke Ka'bah di Makkah. Pemindahan arah kiblat ini terjadi di tengah-tengah ibadah shalat sedang berlangsung. Masjid tempat dilaksanakan shalat ketika perintah berpindah kiblat ini diturunkan hingga sekarang disebut sebagai 
Masjid Kiblatain (Masjid Dua Kiblat).

Allah senantiasa melibatkan Masjidil Aqsho dalam setiap perkembangan ajaran-ajaran seputar Shalat. Termasuk menghadap ke Baitul Maqdis sebelum dipindahkan kiblatnya ke Ka'bah. Perintah Shalat lima waktu diterima setelah Rasulullah dikaruniai singgah di Baitul Maqdis (QS. Al-Isra', 17:1) dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha.

Imam Syafi'i menyatakan, "Saya sangat suka beri'tikaf di Masjid (Baitul Maqdis), lebih dari Masjid manapun." Ketika ditanya alasannya, Beliau menjawab, "Di sinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya beberapa Nabi Allah."