1. AIR PUTIH PEMBERIAN
MBAH ARWANI BERFUNGSI SEBAGAI BAHAN BAKAR
Suatu hari,
Mbah Arwani pergi ke luar Kota untuk menghadiri suatu acara bersama beberapa
Kiai dengan menggunakan mobil. Selepas menghadiri acara, rombongan Mbah Arwani
pun pulang menuju Kudus. Baru sampai di daerah Rembang tiba-tiba mobilnya
mogok. Setelah diperiksa oleh sang sopir, ternyata bahan bakar mobilnya habis.
Sang sopir dan beberapa anggota rombongan bingung, karena pada waktu itu sangat
jarang keberadaan SPBU atau yang menjual BBM eceran di pinggir jalan.
Di saat
sopir dan para Kiai kebingungan, tiba-tiba Mbah Arwani memberi air putih
kemasan dan dawuh (berkata), “Coba tuangkan pakai air putih ini.”
Tanpa ragu,
sang sopir pun mengiyakan dawuh Mbah Arwani tersebut. Subhanallah… mobil pun
kembali bisa berjalan.
2. MBAH ARWANI PERGI
KE MADINAH DALAM SEKEJAP
KH. Manshur
Popongan adalah guru Thariqahnya Mbah Arwani. Saat Mbah Manshur dirawat di
sebuah Rumah Sakit di Kota Solo, Mbah Arwani menjenguk gurunya itu. Di
sela-sela obrolan guru dan muridnya tersebut, tiba-tiba Mbah Manshur minta
sesuatu kepada Mbah Arwani, “Mbah Arwani, saya ingin sekali makan kurma
hijau, apa sampeyan bisa mencarikan untukku ?.”
Dengan
bergegas Mbah Arwani pun menyanggupi permintaan gurunya itu. Dalam sekejap,
setelah Mbah Arwani keluar dari kamar tempat gurunya dirawat, Mbah Arwani
langsung tiba di Kota Madinah Al-Munawwarah.
Setelah
sampai di Madinah, Mbah Arwani pun langsung mencari kurma hijau di sebuah pasar
Kota Madinah. Sehabis membeli kurma hijau, Mbah Arwani tidak ingin
menyia-nyiakan waktunya untuk ziarah ke makam Rasulullah SAW dan shalat di
Masjid Nabawi. Namun, baru beberapa raka’at shalat selesai didirikan, Mbah
Arwani melihat gurunya sudah berada di belakangnya. Betapa kaget Mbah Arwani
karena sudah disusul oleh gurunya itu. Gurunya pun dawuh (berkata), “Selesai
shalat langsung pulang, ya ?.”
Mbah Arwani
pun menjawab, “Nggeh, Mbah Yai.”
3. ROKOK PEMBERIAN
MBAH ARWANI TAK PERNAH HABIS
Suatu waktu,
ada seorang tamu yang sowan kepada Mbah Arwani. Tidak berselang lama, si tamu
diberi jamuan dan sebungkus rokok. Setelah mendengar nasihat-nasihat dari Mbah
Arwani, si tamu pun mohon pamit untuk pulang. Tetapi sebelum pulang, Mbah
Arwani dawuh (berkata), “Bawa saja rokoknya, tapi jangan dihitung
berapa isinya ?.”
Si tamu pun
mengangguk, “Nggeh, Mbah Yai.”
Tak terasa,
si tamu merasa heran, kenapa sudah satu minggu rokok yang dikasih Mbah Arwani
itu tidak habis-habis, padahal dalam sehari ia bisa menghabiskan kurang lebih 6
batang rokok. Karena penasaran, ia pun membuka bungkus rokok yang dikasih Mbah
Arwani tersebut, ternyata isinya tinggal 1 batang. Ia pun merasa bersalah
karena tidak mematuhi pesan Mbah Arwani agar tidak menghitung jumlah rokoknya.
Ia pun berpikir jika dalam sehari ia bisa menghabiskan 6 batang rokok berarti
isi rokok yang ada di bungkus itu kurang lebih 42 batang, padahal pada waktu
itu, umumnya satu bungkus rokok berisi 12 batang.
Subhanallah…
4. MBAH ARWANI
TERHINDAR DARI KECELAKAAN BUS
Kiai Manshur
Maskan adalah santri kinasih sekaligus anak angkatnya Mbah Arwani. Setiap kali
Mbah Arwani mendapat undangan sema’an Al Qur’an, Kiai Manshur sering diajak
untuk menyimaknya.
Suatu hari,
Kiai Manshur diajak gurunya untuk menghadiri undangan sema’an Al Qur’an di luar
Kota. Karena jaraknya jauh, Mbah Arwani pun memutuskan untuk naik bus. Lama
sekali Kiai Manshur dan gurunya menunggu datangnya bus. Tak berselang lama, ada
bus yang kondisinya baik dan mulus lewat di depan mereka, saat Kiai Manshur
akan menghentikan bus tersebut, tiba-tiba Mbah Arwani melarangnya, “Jangan
bus ini, tapi bus berikutnya saja.”
Kiai Manshur
pun hanya mengiyakan dawuh gurunya itu. Kemudian datanglah bus yang kondisinya
tidak baik dan kurang mulus di depan mereka. Kiai Manshur pun menghentikan bus
tersebut atas perintah gurunya itu.
Dalam
perjalanan, Kiai Manshur melihat sebuah peristiwa kecelakaan, ternyata yang
kecelakaan adalah bus yang tadi hampir dinaiki dirinya dan gurunya itu. Dalam
hati, Kiai Manshur berujar, “Ternyata Mbah Yai Arwani melihat kejadian
sebelum kejadian itu terjadi.”
Subhanallah…
Oleh: Saifur
Ashaqi (Alumni PTYQ Pusat)
Sumber: KH.
Manshur Maskan dan KH. Sa’dullah Royani
5. KETIKA ULAMA MESIR
MEMUJI KEALIMAN MBAH ARWANI
Suatu
ketika, KH. Sya'roni Ahmadi (Mustasyar PBNU) umroh dan membawa kitab “Faidlul
Barokat” karya KH. M. Arwani Amin (Mbah Arwani).
Kitab
tersebut diperlihatkan kepada Ulama Qiroat Makkah dan Madinah yang dikenal oleh
Mbah Sya'roni, lantas para ulama tersebut berkomentar, “Tidak sembarang
orang bisa menulis kitab ini kecuali seorang Muqri’ Al-Kabir (Ahli ilmu qiroah
yang handal).”
Setelah itu,
giliran seorang ulama Mesir Syeikh Ahmad Yasin Muhammad Abdul Mutholib juga
mendapatkan kitab “Faidlul Barokat.”
Spontan
beliau bersya’ir memuji kealiman Mbah Arwani :
“Betapa
bahagianya para pencari ilmu dari Kudus, beruntung bisa dekat Sang Rahman
dengan Mbah Arwani.”
"Siapa
saja yang berada se-zaman didekatnya meski hanya sehari, akan pulang ke
keluarganya dengan hati berseri-seri."
"Hidup
bersama mereka adalah anugerah dan kemuliaan dari Sang Pemilik Keagungan yang
telah memberiku anugerah tiada terperi (sebab jumpa dengan Mbah Arwani)."
Sampai
sekarang, kitab “Faidlul Barokat” sudah diajarkan di berbagai Pesantren
Tahfidz di Indonesia, bahkan sudah sampai diajarkan di kawasan Arab terutama
Arab Saudi dan Mesir.
Sejarah
Penulisan Kitab “Faidlul Barokat”
Menurut
riwayat santri dekatnya, pada masa belajar ilmu Qiroat di Krapyak, Yogyakarta,
beliau selalu datang dua jam sebelum setoran ngaji dimulai. Yakni jam 11 malam
beliau sudah ada di majlis, padahal setoran dimulai jam 01.00 dini hari.
Selain itu,
beliau selalu menyimak dengan seksama, menulis semua yang diucapkan oleh
gurunya, sebab proses belajarnya dengan metode Talaqi Qiro’ah. Catatan tulisan
tersebutlah yang menjadi kitab “Faidlul Barokat” tiga puluh juz lengkap.
Tidak heran
diantara murid-murid Mbah Munawir (Pendiri Ponpes Al-Munawir, Krapyak) hanya
Mbah Arwani yang diberi Ijazah Qiroah Sab’ah, bahkan di depan muridnya beliau
dawuh (menyampaikan) untuk belajar kepada Mbah Arwani saja kalau beliau sudah
wafat.
6. KELEMBUTAN AKHLAK
MBAH ARWANI KETIKA DIHINA
Dalam
pengajian Tafsir Jalalain belum lama ini, Pengasuh Pondok Pesantren Sirojuth
Tholibin Brabo, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah, KH Muhammad Shofi Al Mubarok
menceritakan salah satu kisah kehidupan KH. Arwani Amin Kudus.
Ia
menerangkan, seusai menghadiri pembukaan thoriqoh yang baru saja didirikan oleh
KH. Arwani Amin, KH. Manshur Maskan, murid kesayangan Kiai Arwani melihat
tulisan yang mengusik hatinya.
"Arwani
Edan". Ya, begitulah tulisan yang tertera melekat di dinding pinggiran
jalan.
Melihat
tulisan yang masih basah itu, Kiai Mansur Maskan lantas bergegas matur kepada
Kiai Arwani untuk meminta izin menghapus tulisan yang tidak bertanggung jawab
tersebut. Namun, apa yang justru dikatakan Kiai Arwani ?.
"Ojo
dibusak disik, ben aku weruh disik. ben wong sing nulis iku puas. Onone wong
kui nulis, mergo nduwe tujuan ben tak woco. wes jarke disik. ngko nak aku wes
weruh, hapusen." (Jangan dihapus dulu, agar orang yang menulis puas.
Adanya orang itu nulis karena memiliki tujuan agar saya membaca. Sudah biarkan
saja dulu. Nanti kalau saya sudah melihat, hapuslah).
Diriwayatkan
oleh Kiai Manshur Maskan, beliau wafat pada 31 Maret 2004 M/10 Safar 1426 H
dalam usia 59 tahun.
Sumber:
Situs PBNU
0 comments: