Saturday, May 25, 2019

Sekelumit Karomah Mbah Arwani Kudus #2



1.  KETIKA KIAI ARWANI AMIN DIPEREBUTKAN PARA BIDADARI SURGA

Kiai Arwani Amin, Kudus, Allahu yarham, beserta putra-putranya tidak habis pikir mengapa akhir-akhir ini istri beliau sering uring-uringan. Padahal sebelum Kiai Arwani sakit, istri beliau tidak pernah berperilaku demikian. Sebelumnya beliau justru menjadi istri yang sangat lembut. Namun setelah Kiai Arwani sakit, keadaan berbalik begitu drastis.

Karena kebingungan, kedua putra Kiai Arwani sowan kepada Maulana Habib Luthfi di Pekalongan. Kepada beliau mereka menyampaikan permasalahannya dan memohon petunjuk.

Ini bagaimana, Habib ?,” keluh mereka.

Mendengar penuturan keluarga Kiai Arwani ini, Habib Luthfi tidak segera berbicara. Sejenak beliau terdiam lalu tersenyum.

Nggak apa-apa,” kata beliau

Kemudian beliau melanjutkan, “Ibu kalian itu uring-uringan itu wajar. Dia lagi cemburu.

Cemburu bagaimana, Habib ?,” mereka tak memahami.

Allah SWT memberi Kasyaf (tersingkapnya tabir gaib) kepada ibu kalian sehingga dapat melihat suaminya, yaitu abah kalian, sedang menjadi rebutan para bidadari,” jelas Habib Lutfi.

Ketika kedua putra Kiai Arwani pulang kembali ke rumah, mereka menanyakan kepada ibunya perihal sering uring-uringannya itu. Sang ibu dengan tegas menjawab, “Bagaimana tidak marah, lah wong setiap hari aku melihat Abahmu dipeluk perempuan cantik-cantik !.

Bila baru sakit saja sudah menjadi rebutan bidadari, bagaimana nanti setelah meninggal dunia ? .

(Cerita ini dikisahkan oleh KH. Subhan Makmun, Rais Syuriyah PBNU, dalam kajian kitab Tafsir al-Munir di Islamic Center Brebes, Ahad 7 Februari 2016)

Sumber: Situs PBNU

2.   KERENDAHAN HATI KIAI ARWANI

Suatu hari, KH. Ma’ruf Irsyad bersama Ibu Nyai Hj. Munijah sowan ke rumah KH. Arwani Amin (Mbah Arwani). Di rumah Mbah Arwani, Kiai Ma’ruf dan Nyai Hj. Munijah dipersilakan duduk di tempat yang telah disiapkan sebelumnya. Kiai Ma’ruf kaget, karena Mbah Arwani justru duduk lebih rendah dari tempat yang disediakan itu.

Melihat pemandangan tidak wajar itu, Kiai Ma’ruf bertanya, “Mbah Yai, njenengan (Anda) kok duduk di bawah?.

Mbah Arwani menjawab tegas, “Yang datang ke rumah saya ini, istrinya teman guru saya.

Tentu Kiai Ma’ruf tak bisa berbuat apa-apa lagi mendapatkan perlakukan istimewa dari sang guru, KH. Arwani Amin, yang selain Alim-Allamah, juga pernah disebut oleh Mbah Hamid Pasuruan sebagai sosok waliyullah Kudus yang sangat dikenal akhlak mulianya.
Tidak hanya di ruang tamu, ketika pulang pun, Kiai Ma’ruf tambah dibuat heran dan kagum. Jalan menuju pulang penuh dengan kerikil batu yang mengganggu. Tanpa diduga, Mbah Arwani menyingkirkan kerikil tersebut dengan tangannya sendiri, tidak memerintah kang santri agar perjalanan pulang istri teman gurunya lancar.

Mbah Yai, ampun, sudah-sudah, tidak usah Mbah Yai,” kata Kiai Ma’ruf.

Sudah, diam saja,” sahut Mbah Arwani dengan tetap menyingkirkan kerikil yang sebetulnya tidak perlu.

Cerita di atas dituturkan sendiri oleh KH. Ma’ruf Irsyad di sela-sela mulang ngaji santri di Pondok Pesantren Raudlatul Muta’allimin (PPRM), Jagalan Kudus.

Apa yang dilakukan oleh Mbah Arwani tersebut bukan sesuatu yang berlebihan dan sia-sia. Itu adalah teladan berharga atas akhlak mulia dan hormatnya seorang alim kepada istri teman gurunya. Bayangkan, bukan gurunya, tapi istri teman dari gurunya.

Nyai Hj. Munijah, ibu Kiai Ma’ruf Irsyad, adalah istri KH. Irsyad yang berteman akrab dengan guru KH. Arwani Amin yang bernama Mbah Manshur, Popongan, Klaten. Kepada Mbah Manshur yang asli Mranggen inilah Kiai Arwani belajar thariqah

Sumber: santrimenara.com

3.   KEMULIAAN AKHLAK KH.M. ARWANI AMIN

KH. Muhammad Arwani Amin, sosok ulama kharismatik yang lahir di Kudus, Selasa Kliwon, 5 Rajab 1323 H, bertepatan dengan 5 September 1905 M. Selain masyhur sebagai seorang ulama yang sangat mencintai Al-Qur’an, pendiri Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an tersebut juga dikenal karena memiliki akhlak dan etiket yang sangat patut untuk dijadikan teladan.

Dalam keseharian KH. Muhammad Arwani Amin, atau masyarakat sekitar biasa memanggil dengan sebutan Mbah Arwani, sangat memuliakan tetangga, para tamu, bahkan seorang pedagang yang menawarkan barang dagangan ke rumahnya. Semua kalangan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pejabat, pengusaha, hingga masyarakat biasa mendapat penghormatan yang sama. Mbah Arwani memuliakan mereka tanpa memandang status sosialnya.

Pernah suatu ketika ada pedagang sarung yang datang ke rumah beliau dan menawarkan sebuah sarung biasa (murah) tetapi pedagang tersebut mematok harga yang sangat tinggi. Khadim beliau, yaitu KH. Muhammad Manshur yang mengetahui hal tersebut lantas matur (bilang) kepada Mbah Arwani, “Sebenarnya harga sarung itu murah, Mbah. Jenengan sudah ditipu oleh pedagang itu.
Lantas Mbah Arwani menjawab, “Biarkan saja, harusnya kita tetap bersyukur. Syukurlah bukan kita yang dijadikan Allah sebagai penipu.

Mbah Arwani juga sering melakukan hal-hal yang semestinya “tidak perlu” beliau lakukan.

Dikisahkan dari pengalaman seorang yang pernah bertamu di rumah Mbah Arwani. Setiap lebaran saya sowan (silaturrahim) ke rumah Mbah Yai. Tamu-tamu yang datang tentu bukan hanya saya, banyak sekali. Ketika rombongan kami masuk ke ruang tamu, langsung disambut beliau dengan keramahan. Setelah kami duduk, beliau mohon pamit sebentar, lalu menuju pintu dari mana tadi kami masuk. 
"Apa yang dilakukan beliau ?," batin saya. Saya terkejut ternyata beliau menata dan merapikan sandal-sandal kami.
Menurut KH. Sya’roni Ahmadi (Mustasyar PBNU) yang juga merupakan salah satu santri Mbah Arwani berpendapat, setidak-tidaknya ada tiga hal yang sangat menonjol pada diri KH. Muhammad Arwani Amin. Pertama, kedalaman ilmu pengetahuan agama (Islam), terutama pengetahuan terhadap ilmu-ilmu Al-Qur’an.

Kedua, ketawadhu’annya. Sebagai seorang Ulama besar yang sudah dikenal masyarakat luas, Mbah Arwani tetap rendah hati dan selalu hormat kepada setiap orang dengan tanpa melihat apakah ia orang terpandang atau hanya orang biasa. Ketika KH. Raden Asnawi masih hidup, beliau pernah menganjurkan kepada KH. Muhammad Arwani Amin agar mendirikan pondok, tapi beliau menolak dengan alasan di Kudus sudah banyak pondok. Beliau hanya akan urun mengajar saja. Hal ini sebenarnya menunjukkan ketawadukan dan kehalusan perasaannya.

Ketiga, salah satu prinsip hidup beliau adalah “Idkhalus Surur” artinya, beliau selalu berusaha untuk menyenangkan dan menggembirakan orang. Itulah sebabnya, dalam pergaulan beliau senantiasa berperilaku yang membuat orang senang karenanya. Sebaliknya, beliau paling tidak suka merepotkan orang lain.

Di samping kealiman Mbah Arwani sebagai seorang ulama, beliau senantiasa menjunjung tinggi sikap rendah hati dan memuliakan orang lain. Ihwal akhlak dan etiket beliau yang telah dipaparkan di atas, sudah semestinya kita jadikan teladan dalam berperilaku bermasyarakat. Al-Fatihah.

Sumber : Situs PBNU
Wallahu A’lam

Dari Agus H. Aniq Muhammad Makki, Lc

Previous Post
Next Post

0 comments: