Saturday, July 25, 2020

DARING?

 

Pandemi Corona melanda, otomatis aktivitas yang biasanya dilakukan sehari hari turut mengalami perubahan. Penyebaran virus yang amat cepat, serta kesamaran gejala yang di timbulkan, menyebabkan pemerintah harus memutar otak 2 kali untuk menekan penyebaran virus ini. Salah satu yang terkena dampak dari progam penekanan virus ini adalah sektor pendidikan.  Lazimnya, kegiatan sekolah dilaksanakan di gedung sekolah, bertemunya guru dan murid secara langsung, tatap muka. Namun, karena imbas dari Corona ini, Kegiatan ajar mengajar terpaksa harus dirubah. Dan solusi yang terakhir adalah pendidikan Online ( Daring )

          “Apakah ngaji online masih dapat barokah ?”

Saya dapet WA dari seorang teman isinya seperti itu. Dia ragu, apakah ngaji yang tidak muwajahah (tidak langsung bertatap muka ) barokahnya seperti ngaji langsung ?

Ok, masalah barokah dan tidaknya ilmu ada pada adab kita terhadap ahli ilmu dan ilmu itu sendiri. Masalah yang sering terjadi pada ngaji online ini adalah kurangnya adab saat pengajian berlangsung. Dalam Adabul ‘Alim Wa Muta’allim, Mbah Hasyim Asy ‘ari menuturkan 

ان يجلس متربعا و خضوع و سكون و خشوع 

“Seharusnya bagi murid duduk dengan bersila dalam ketawadlu’an pada guru, tenang, dan khusyu’ dalam majelis ilmu”

Sangat jelas perbedaannya dengan ngaji muwajahah.

Bila biasanya kalo ngaji memakai pakaian yang sopan dan rapi, memakai wangi wangian, dan adanya rasa ta’dzim kepada guru, Bandingkan denganngaji online ??

Mungkin hal ( حال ) kita saat mengaji tidak tertata, mungkin sambil rebahan tak memakai baju , sambil makan dan jagongan, mungkin hanya absen lalu ditinggal, atau yang lebih parah menontonnya dikamar mandi .

Karena itulah, mengapa rasa rasanya bila ngaji online ada yang kurang, apa itu ? Adab.

Sebagai penutup, As Sayyid Muhammad bin Alawy Al Makky ndawuhaken “ Merasuknya ilmu itu diraih dengan mudzakaroh ( mengulang ulangnya), barokahnya ilmu diperoleh dengan Adab, dan manfaatnya ilmu dicapai dengan Khidmah.

 

Sumber : Banyak

Oleh: Muhammad Alawy Mahfudz.

Wednesday, July 15, 2020

PETAK UMPET KARO GUSTI




           Baru sadar, Gusti Allah suka bermain petak umpet. Dia menyembunyikan hal-hal besar dalam hal –yang menurut manusia- Dia menyembunyikan ridlo-Nya dalam ketaatan. Maka jangan remehkan ketaatan, sekecil apapun itu. Siapa yang mengira memberi minum lalat merupakan sebab ridlo-Nya? Siapa sangka memberi minum anjing merupakan sebab diampuni dosanya? Dan siapa sangka, hanya dengan ucapan صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ, seorang pemabuk dapat masuk surga? Kelihatan konyol bukan? Tapi itulah sang Gusti, ia berbuat demikian agar hamba-hamba-Nya mau ber فاستبقوا الخيرات, dalam ketaatan apapun.

            Dia menyembunyikan murkan-Nya dalam kemaksiatan, sekecil apapun itu. Tolong hati-hatilah. Hanya karena niat ‘maksiat sebentar’, nanti taubat, seorang ulama’ mendapat final su’ul khatimah.  Hanya karena lupa pada burung piaraanya, menjerumskannya dalam api neraka. Dan yang paling masyhur. Kisah Barseso. Mereka terlalu meremehkan kemaksiatan, dan itulah yang terjadi. Na’udzubillah

            Dia menyembunyikan kekasihnya (wali) diantara makhluk-Nya. Aku ingat ucapan Gus Najih Sarang yang memang tidak suka Gus Dur. beliau berujar الله بالسرائرنحكم بالظواهر, و Beliau hanya mengkritik dzahirnya Gus Dur saja (yang saat itu mengucap Al-Qur’an adalah kitab paling porno) Gus Najih tahu perkataan tersebut pasti perlu ditafsirkan, tapi bila diterima orang awam bahaya kan?

            Intinya, jangan meremehkan makhluknya sang Gusti. Boleh-boleh saja secara dzahir anda komen. Tapi anda harus tetap ingat, itu adalah sama-sama makhluk Allah, sama-sama ummate Kanjeng Nabi, siapa tahu dia lebih mulia dari yang menghina?


Tuesday, July 7, 2020

Sayyidi...

            Sayyidi… ummatmu hendak berkeluh kesah. Maafkan diri ini, bila ia hanya bisa mengeluh. Apakah aku pernah membuat engkau tersenyum? Apakah aku termasuk ummatmu yang engkau berhamdalah karenanya, atau malah menangis dan beristighfar?

            Sayyidi… aku hanya ummatmu yang hidup lalang melintang dalam kegelapan. Tak jelas arahnya, tapi masih saja menikmatinya.

            Sayyidi… aku rindu padamu, tapi aku malu bertemu denganmu dengan keadaanku.

            Sayyidi… maafkan aku bilamana rinduku hanya sewaktu-waktu, lalu mengaku-ngaku orang yang paling rindu.

            Sayyidi… Apakah rinduku hanya sebatas kedok duniawi yang tersembunyi? Apakah pecinta sejati akan mengukur materi?

            Sayyidi… Apa yang harus kuperbuat untuk membalasmu? Harta? Engkau adalah pemegang kunci dunia, do’a? Tuhan dan para malaikatnya senantiasa bershalawat kepadamu, Tahta? Tanpa engkau, kamipun tak ada!

            Sayyidi… Sayyidi… Sayyidi…

            Maafkan aku bila persembahanku hanya selembar kertas dan guratan pena. Hatiku masih berlumur dengan dosa, tapi masih saja berdo’a. Pantaskah diri ini merindukanmu? Badanku yang berbau busuk, pantaskah mendekapmu? Mataku yang masih terhalang debu, pantaskah memandangmu?

            Aku mohon, pintaku satu, hanya ingin ‘gendolan’!