Di pondok pesantren yang di huni oleh kang Jarno, ternyata ada satu lagi santri yang malasnya menyaingi kang Jarno, kang Kaslan namanya. Hal hal yang berkaitan dengan kemalasan, semuanya melekat pada diri kang Kaslan, malas mandi, malas mengaji, malas piket, dan malas malas lainnya. Tapi ada satu yang kang Kaaslan tidak malas, yaitu bermain di luar pondok. Untuk hal yang satu ini,\kang Kaslan sangat rajin, terlampau rajinnya sampai kadang kang Kaslan lupa atau melupa untuk mengikuti kegiatan jam wajib pondok. Berkali kali ditegur oleh pengurus dan ustadz tak membuat kang Kaslan kapok, malah semakin menjadi.
Kemalasan kang kaslan berlangsung bertahun tahun, hingga ada sesuatu hal yang membuat kang Kaslan berubah. Hal itu tak ada yang mengetahui, yang rekan rekan santri tau, hanya kang Kaslan kini sudah mendapat hidayah. Kang Kaslan jadi rajin, sudah tak pernah meninggalkan jam wajib pondok. Bahkan, bisa di katakan kang Kaslan yang sekarang sudah selevel dengan kang Peno.
Dua bulan berlalu dengan berubahnya kang Kaslan, kini tiba saatnya untuk liburan Idul Adha, hampir semua santri pulang ke rumah masing masing, tak terkecuali kang Kaslan. Mengingat liburan kali ini cukup lama, para santri saat pulang di berikan absen deresan, tujuannya tak lain untuk merawat apa yang telah di hafal oleh para santri.
Liburan berlalu. Semua santri kembali ke pondok dengan cerita dan masalah yang berbeda beda. Ada yang tambah cerah wajahnya, Ada pula yang tampak kusut, mungkin karena masih malas kembali ke pondok. Kalau pada saat pulang di berikan absen deresan, tentu saja saat kembali lagi absen itu di kumpulkan. Ada yang kosong sebagian, ada yang full seperti kang Peno, tak sedikit juga yang kosong plong. Yang mengherankan adalah kang Kaslan, dua bulan terakhir berubah jadi sangat rajin, saat kembali tiba tiba absennya kosong plong. Tentu hal ini mengherankan kang Malik, keamanan pondok.
“Ada apa tho kang. kog absen deresannya ngak di isi sama sekali?”, tanya kang Malik pada kang Kaslan.
“Ngak pa pa kang”, jawab kang Kaslan sambil ngeloyor pergi.
Malam hari, saat selesai jam wajib, kang Kaslan terlihat termenung, sendirian di pojokan dengan tatapan kosong. Hal ini membuat kang Songko yang kepekaan sosialnya tinggi tak tega. Di dekatilah kawannya yang satu itu, barang kali ada yang bisa dilakukan untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.
“Rokok kang?”, kang Songko menawari kang Kaslan rokok yang dia dapat dari ngutang di warung mbak Sum.
“Makasih kang, lagi belum pengen ngerokok”, kang Kaslan menolak dengan halus.
“Oh ya udah kang, mau ikut ngak kang?”
“Kemana kang?
“Ke atas, pada lagi ngobrol ngobrol”
“Boleh kang”, kang Kaslan berpikir mungkin dengan bergaul dengan teman temannya dia bisa melupakan masalahnya.
Sesampai di lantai atas, sudah berkumpul beberapa santri lainnya. Selain itu, gus Huda juga di situ, gus Huda ini memang gus yang supel dan ramah, mudah bergaul, termasuk dengan santri santrinya sendiri.
“Woi Kaslan, mukamu kog kusut macam begitu kenapa tho?”, baru saja kang Kaslan muncul, dia sudah di sambar pertanyaan oleh gus Huda.
“Ngak ada apa apa gus”, jawaban kang Kaslan tentu bukan jawaban sebenarnya.
“Ah jujur saja Kaslan,”
“Iya bener gus”
“Biar aku tebak saja kalau kamu ngak mau mengaku”, sergah gus Huda.
Belum kang kaslan menjawab, gus Huda sudah melanjutkan kalimatnya.
“Kamu pasti gagal dalam masalah percintaan”
“Iya gus”, wajah kang Kaslan memerah, tak di sangkanya tebakan gus Huda akan sangat tepat.
“Kamu sih, harga beras sekilo aja tidak tau, sudah berani mencintai anak orang”
“Iya gus, saya menyesal, ngak lagi gus, ngak lagi mau cinta cintaan”
“Lho kenapa?”
“Ngak mau kecewa lagi gus”
“Jangan gitu, ngak semua cinta mengecewakan kog”
“Iya gus, tapi rasanya takut saja, kalau di kecewakan lagi”
“Kecewa nggak kecewa itu salah kamu sendiri, bukan cintanya yang salah”
“Salah saya apa gus? apa mencintai itu ngak boleh?”
“Kang sudah tak bilangin, yang salah kamu bukan cintanya”
“Salah saya apa gus?”
“Kamu salah menaruh rasa”
“Maksutnya gimana gus?”
“Ya kamu menaruh rasa cintamu pada orang yang salah”
“Terus solusinya gimana gus?”
“Ya taruh cintamu pada orang yang bener, yang pasti ngak akan mengecewakan kamu”
“Lah dari mana saya tau mana yang bener dan tidak akan mengecewakan gus?”
“Mau tak kasih tau siapa yang tak akan mengecewakan cintamu”
“Mau dong gus”
“Kanjeng nabi Muhammad, beliau itu pasti akan mencintai siapapun yang mencintai beliau”
Kang Kaslan termenung, dari matanya terlihat menetes air mata.
“Kamu kenapa menangis?”, tanya gua Huda.
“Terharu saja gus, orang paling berhak saya cintai malah tak terpikirkan oleh saya, saya malah sibuk mencintai orang yang tak tentu akan mencintai saya”
“Sudah ngak usah bersedih, tapi kalo boleh tau siapa nama orang yang mengecewakan kamu itu?”
“Hidayah gus”.
Oleh : Koboy