Salah seorang santri pernah sowan pada Habib Umar, si santri mengadukan keadaan dirinya yang seringkali masih belum bisa menghilangkan rasa su’uddzan dari dalam hatinya. Dengan wajah beliau yang teduh dan selalu tersenyum beliau menjawab kegundahan si santri tersebut ‘Kalau memang seperti itu maka jangan percayai kata hatimu’.
Sebagai seorang manusia, kita tentunya sering melihat seseorang dari dzahirnya saja, apa yang tampak di luar itulah yang menjadi acuan bagi kita dalam menilai seseorang. نحكم بالظواهر والله بالسراءر , dari hal ini maka seringkali kita bersikap su’udzan terhadap orang lain tanpa tahu bahwa bisa jadi ia merupakan kebalikan dari apa yang kita prasangkakan atau malah bisa jadi lebih baik dari diri kita sendiri.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim’
Cuman hanya melihat tampilan
luar, inilah yang sering menjadi kebiasaan kita, terlalu sering menjudge orang
lain. Padahal prasangka seorang hamba itu adalah acuan bagi keseluruhan
perilaku si hamba tersebut. Jika prasangkanya baik maka baik pula pekertinya
begitu juga sebaliknya.
Maka solusi yang diberikan beliau Habib Umar saat ditanya santrinya adalah jangan percayai kata hatimu, beliau mengajarkan pada kita untuk selalu menerapkan husnuddzan dalam setiap keadaan, kapanpun, dimanapun, dan pada siapapun. Ketika terbesit dalam hatimu su’udzan terhadap orang lain maka ubahlah prasangka tersebut dengan husnudzan, jangan percayai kata hatimu.
Saat seorang hamba menerapkan sikap husnudzan dalam dirinya, hamba tersebut pasti akan selalu mendapat keuntungan dari prasangkanya tersebut meski bisa jadi pada akhirnya apa yang dia dzankan itu salah.
0 comments: