Sunday, October 31, 2021

Renungan Hari Santri

               Kemeriahan hari santri sudah jauh terasa sejak beberapa hari sebelum hari santri. Yakni, pada tanggal 22 Oktober. Ada yang meramaikannya dengan lomba lomba. Seperti MQK, MTQ, rebbana, dan lain lain. Ada juga yang menyambut hari santri dengan cara beriarah ke makam makam masyayikh. Ada juga yang merayakannya dengan cara khotmil Qur’an.

       




         Kemudian, di tanggal 22 Oktober, orang yang merasa diri mereka santri, banyak yang mengupload story. Di akun medsos mereka mengucap “Selamat hari santri, bla… bla… bla…” Kemudian, setelah melihat peristiwa peristiwa itu, tiba tiba muncul fikirin di benak saya. Apakah saya pantas disebut santri? Apakah saya pantas diikutkan ke dalam gerbong santri kelak di akhirat. Sedangkan salah satu Ulama’ pernah berkata, yang kurang lebihnya, “Gimana kamu menyebut dirimu santri, yang sudah berlalu empat puluh malam. Dan tidak sekali pun, kamu memimpikan nabi Muhammad.”

                Setelah merenung beberapa saat, memang tidak pantas diri ini disebut santri. Karena, akhlak saya memang jauh dari akhlak para santri. Perbuatan dan ucapan saya jauh dibawah para santri, dan ini tidak sok tawadhu’. Tapi, memang begitu lah realitanya.  

                Namun, tidak berselang lama, saya ingat perkataan Habib Umar bin Hafidz dalam kitabnya, yang menjelaskan pegertian Sufi. Ada orang yang memang sudah pantas disebut sufi. Lalu, setelahnya, ada orang yang berusaha dengan sungguh sungguh mengikuti jalan para sufi dan terakhir, ada orang yang ngembo ngembo seperti para sufi. Entah dalam pakaiannya, sedikit perkataannya, dan secuil perbuataannya.

                Sudah fiks diri ini, tidak pantas disebut sebagai santri. Karena derajat santri yang begitu tingginya dan terhormat. Namun, lebih elok disebut orang yang ngembo ngembo seperti santri.

                Ia meskipun hanya jadi متشبه بهم   semoga kelak di akhirat. Saya dikumpulkan bersama mereka para santri. Aaamiinnn…

                Oleh : FIki Ishbahul Haq

Wednesday, October 27, 2021

Serial Si Memet : Kunci Mobil

         Pagi yang cerah, secerah hati Si Memet yang sedang menyirami tanaman-tanaman majikannya. padahal tanamannya hanya berupa pohon-pohon kaktus (karena sebesar pepohonan) dan rerumputan-rerumputan yang dipajang sepanjang halaman yang memanjang. sesekali Dia bersiul-siul menirukan siulan burung-burung yang berterbangan kesana kemari, dari satu dahan ke dahan yang lain, dari satu tanaman ke tanaman yang lain, dari satu bangunan ke bangunan lain, bahkan dari satu perempuan ke perempuan lain. eeits maaf, dari satu perempatan ke perempatan lain.

          “Met! Memet! hari ini kamu anterin Saya ke Kantor!”. teriak majikannya, Pak Bambang. karena hari itu, Mang Udin sopir Pak Bambang yang biasanya, sedang pulang kampung. “Siapkan mobilnya Met!”. teriak Pak Bambang lagi.

          Memet segera ke garasi menuju mobil carry kesayangan Pak Bambang. walaupun di garasi ada bermacam-macam mobil mewah seperti bermacam-macamnya jajanan di pasar, mulai dari Audi, BMW, Ferrari, Lamborghini, Roll Royce, dan Alphard. tapi Pak Bambang selalu memilih membawa mobil carry kesayangannya, karena katanya “Mobil inilah yang mengantarkan Saya menjadi Bos Tempe & Tahu Seluruh Dunia seperti sekarang ini”.

          Memet segera membuka pintu mobil -yang memang tak pernah terkunci dan tidak bisa dikunci- dan langsung duduk di kursi kemudi. tak lama kemudian Pak Bambang masuk duduk di samping Memet.


“Ayo berangkat!”

“gimana mau berangkat Pak, kuncinya saja gak Bapak kasih ke Saya”

“La kamu ini gimana?, bukannya tadi kamu tak suruh buat siapin mobilnya?!”.

“Iya Pak, tadi bapak memang nyuruh saya buat siapin mobilnya, tapi percuma Pak, kalau Bapak gak kasih kuncinya ke Saya”.

“Oh iya ya”.

“Bapak ini macam orang nyuruh piket tapi tak di kasih Ember”[1].

    Oleh : Cupong Da Silva

[1] Maksudnya, ketika seseorang telah memasrahi orang lain melakukan atau melaksanakan suatu pekerjaan, hendaknya ia sudah menyiapkan hal-hal yang diperlukan untuk bisa menunaikan pekerjaan tersebut.

Sunday, October 17, 2021

Kesalehan Algoritma

            Pada Zaman sekarang ini tidak mungkin anak muda bermain medsos, paling hanya 5% anak muda yang tidak  main medsos. Karena bagi mereka, medsos bagaikan kebutuhan wajib. Mereka sudah candu dengan medsos, tapi apakah kamu pernah mendengar seseorang masuk surga lewat jaringan sosial? Apakah ada? Bukankah media sosial hanya merusak mentalitas dan spiritual? Benarkah itu? Simaklah tulisan ini!

                Perlu kamu ketahui, media sosial itu berbasis semua yang namanya Algoritma. Apa itu Algoritma? Algoritma adalah, sistem yang membaca pola kita dan kemudian  sok tahu pada kemauan kita.

                Sederhanhya gini, kalau kamu mencari sepatu di market place, shoope misalnya, lalu kamu buka youtube, IG, dan FB, maka setelah itu sebagian iklan di medsos itu adalah iklan sepatu.

                Perkara Algoritma ini penting untuk kita. Sebagai orang muslim dan manusia pada umumnya, apalagi anak anak muda yang sudah kecanduan media sosial.

                Algoritma itu ditentukan oleh penciptanya, seperti Facebook pasti ditentukan Mark Zuckerberg. Begitu juga dengan IG da lain lain.sesuka hatinya berdasarkan track record kita bermedsos, maka sebenarnya kita sebagai konsumen ini hanya jadi budaknya merreka saja yang mau diarahkan sesuai kemauan mereka.

                Kalau mau kembali ke konsep Islam, sebenarnya nai Muhammad SAW memberi konsep Algoritma pada hidup kita,

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

                Sehingga seharusnya, yang populer oleh Algoritma itu yang paling bermanfaat. Bukan yang sensasional ataupun yang kontroversional, tapi memang karena yang bikin bukan orang Islam, maka Algoritmanya tidak dibuat Islami.

                Jadi, memang kita tidak bisa mengendalikan Algoritma karena bukan kita yang mnciptakannya. Tapi, masih ada yang lebih baik, yaitu kita masih bisa mengendalikan Algoritma akun medsos pribadi, karena kita pemilik akun medsos kita sendiri secara baik. Sehingga kita bisa mencapai kebaikan Algoritma, bukan hanya kebaikan spritual sosial, tapi juga kebaikan medsos.

                Lalu Bagaimana caranya? Gampang.

                Kita tinggal harus ngelike, ngakses, nge follow,dan  subscribe akun akun berbentuk gambar/ tulisan / video yang positif, inspiratif, dan konstruktiF bagi diri. Bukan malah yang destruktif abgi spiritualitas dan mentalitas kita, sehingga timeline medsos akan berisi informasi yang positif.

                Dengan begitu, semakin kita medsos-an, kita akan semakin baik dalam spiritual dan mental, karena iniormasi yang kita konsumsi adalah informasi yang baik bagi spritual dan mental kita. Sebab kata nabi Muhammad SAW, “Seseorang akan dipengaruhi sedikit ataupun banya oleh orang orang tongkrongan.” Kalau kita berteman dengan tukang minyak wangi, maka kita akan ketularan minyak wangi. Begitu sebaliknya, kita berteman dengan tukang sate, kita ketularan bau sate.

                Dan tongkrongan di era 40, bukan hanya tongkrongan tatap muak, tapi juga berbasis virtual melalui medsos. Oleh karenaitu, cermatilah dalam menerima informasi di medsos! Agar medos menjadi jalan menuju surga. 

Sunday, October 10, 2021

NG 3

Singkatan yang bagus sekali. Apa itu NGANUT,NGAJI,NGOPI? Udah tau kan artinya, mari kita berpikir sejenap tentang 3 hal itu. Mengahayati, mentadabburi, meresapi apa itu sihh NG 3?

ANA menyuruh kalian/pembaca ini untuk berpikir sebentar, karena ANA menukil ilmu hadits, apa ya fadhilahnya berpikir sebentar? mau tau nggak? Iyaa ANA kasih tau,

فِكْرَةُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً

Berfikir sesaat lebih baik dari pada beribadah 60 tahun

ANA ambil hadits ini dari kitab Syifauussaqim, bab Huruf FA’, halamannya 36, menerangkan, intinya  kalian mentashorrufkan hadits ini dalam hal islami. Contoh, kamu berpikir sebentar untuk taqorrub marang Allah, kamu membayangkan ciptaanNYA, nikmat yang diberikan Allah kepada kalian, banyaklah yang menyangkut makhluk dengan ALLAH. Selain ALLAH tidak termasuk yaaa…. Contoh: ngowoh/ngelamun.

Oke, langsung saja kita bahas tentang NGANUT dulu. DI Dunia pesantren, kita udah nggak asing lagi tentang “NDEREAKEN YAI”, Yaaaa kan. Masya Allah, ANA kagum sama santri2,KENAPA? Kenapa nggak kagum? Setiap harinya khidmah, menganut, menjadi pengurus   marang guru(apa pun yang dilakukan guru pasti santri meniliti gurunya ituuu). Terharu lahhh ANA, apalagi kalo lihat  pengurus kebersihan pasti paling berat ituuuu. kagum lahhh, Calon SURGA SEMUA ITUUU kalo santri nya MENGANUT GURUNYA. Kenapa nggak?

ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺭﺛﺔ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ

Sudah masyhur lahhh tentang hadits ini, ”PARA ULAMA’ADALAH PEWARIS NABI”. Coba kita perluaskan pikiran antum/kalian. Santri menganut guru dan guru adalah ulama’. Ulama adalah pewaris nabi, Jadi, “JIKA KITA MENGANUT GURU MAKA OTOMATIS KITA MENGANUT NABI DAN JIKA KITA MENGANUT NABI MAKA OTOMATIS KITA MASUK SURGA. AMIIN YA ALLAH”

Lanjut,  nggak nihhh? Yang kedua, KARENA WAKTUNYA SUDAH HABIS SEKIAN DARI SAYA, KALO ADA KATA YANG NGGAK ENAK DI DALAM HATI/SALAH ANA MAAF SEBESAR BESARNYA

TERIMA KASIH

MAS FARDAN

 

Saturday, October 2, 2021

Etika Membalas Cacian




      
Banyak di kalangan kta, orang yang kalau dicaci, malah membalas dengan cacian juga.

                Rasululah SAW pernah bersabda, yang artinya :

                Raslullah SAW tidak pernah membalas keburukan dengan kebururkan. Akan tetapi, beliau merelakan dan memaafkan. ( HR. Turmudzi, Ahmad)

                Pernah ada suatu kisah, Suatu hari, Habib Ali Al-Jufri dapat cuitan dari netizen di Twitter dengan kata kata yang sangat kejam.

                “Habib Ali, semoga Allah melaknatmu, semoga Allah memerangimu, aku meminta kepada Allah agar ia menunjukkan kekuasaaan di dunia dengan mengadzabmu, dan semoga kelak di akhirat aku melihatmu di neraka Jahannam.” Bacot netizen

                Kalian tahu apa jawaban Habib Ali?

                Justru, Habib Ali menjawab dengan jawaban yang ssangat indah.

                “Semoga Allah senantiasa memberkahimu dan menyanyangimu. Semoga Allah selalu memberikan pertolongannya yang sempurnan di dunia dan di akhirat. Dan semoga kelak kita bisa dikumpulkan di surga firdaus dengan hati yang dibersihkan dari rasa benc dan dengki.”

 

Oleh : Bagas Adriansyah