Sekilas Kitab
Minhajut Thalibin merupakan kitab yang
penuh keberkahan. Keberadaannya menarik banyak perhatian ulama di kalangan
Syafi’iyah, khususnya generasi muta’akhirin. Para ulama besar Mazhab Syafi’iyah
seperti Imam Jalaluddin al-Mahalli (864 H), Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad
Ar-Ramli (957 H), Imam Ibnu Hajar al-Haitami (974 H), Imam Muhammad bin Ahmad
Al-Khatib Asy-Syirbini (977 H), serta lainnya; menulis syarah atau komentar
berjilid-jilid atas kitab ini. Ada sekitar tiga ratus lebih kitab yang lahir
dari Minhajut Thalibin ini. Baik berupa syarah (komentar), hasyiyah (catatan
kaki atas syarah), taqrir, nadzam, mukhtashor dan lain sebagainya.
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, salah
seorang ulama kelahiran Jakarta yang saat ini menetap di Madinah, dalam kitabnya
“Al-Manhajus Sawi Syarah Ushulut Thariqah Sadah Ali Ba'alawi menuturkan :
وكان سيدنا القطب عمر بن عبد الرحمن العطاس نفع الله
به يأمر بقراءة المنهاج ويحرض عليه ويقول ان النووي ضمن بالفتوح لمن قرأ فيه
“Suatu ketika Sayyid Qutb Umar bin
Abdurrahman al-Attas (1072 H), penyusun Ratibul Attas, menyuruh dan
menganjurkan murid-muridnya untuk membaca kitab Minhaj. Beliau berkata : Imam
Nawawi memberi jaminan futuh (dibuka pemahamannya) bagi orang yang mau
membacanya.”
Silsilah Kitab
Mata rantai kitab Minhajut Tholibin
dimulai dari kitab Nihayatul Mathlab
karya Imam Haramain (478 H). Kitab ini menjadi sumber Madzhab Syafi’iyyah yang
isinya adalah hasil ringkasan dari 4 kitab induk Syafi’iyyah yaitu al-Umm, al-Imla’, al-Buwaithi, dan
Mukhtashor Muzani.
Lalu kitab Nihayatul Mathlab diringkas
oleh murid beliau, Abu Hamid al-Ghozali
menjadi kitab al-Basith. Lalu
diringkas lagi menjadi al-Wasith,
diringkas lagi menjadi al-Wajiz.
Kemudian Imam Abdul Karim bin Muhammad ar-Rafi’i (623 H) meringkas kitab al-Wajiz
menjadi kitab al-Muharror.
Nah, dari kitab al-Muharror inilah Imam
Nawawi meringkasnya lagi menjadi Minhajut
Tholibin yang mana beliau berkata dalam muqoddimahnya “Jika kalian mendapati perbedaan antara kitabku ini dengan al-Muharror
atau kitab kitab fiqh yang lain, maka berpeganglah pada kitabku ini. Karena aku
telah mentahqiqnya dengan kitab kitab hadist yang mu’tamad”
Turunan Kitab
Dari sekian banyak mukhtashor yang
dikarang, yang paling masyhur adalah kitab Manhajut
Thullab karangan Imam Zakariya al-Anshori (823 H) yang
diberi syarah oleh beliau sendiri dengan nama Fathul Wahab.
Dari kitab Manhajut Thullab, Imam
al-Jauhari mringkasnya lagi menjadi kitab
an-Nahj.
Sedangkan ulama yang membuat nadzam atas
kitab ini antara lain Imam as-Suyuthi
dengan karyanya al-Ibtihaj bi nadzmil
Minhaj. Ada juga Ghiniyyatul Muhtaj
ila Nadzmil Minhaj karangan Syaikh
Burhanuddin Ibrahim bin Ahmad al-Kittani al-Mishri. Dan ulama lain yang
tidak bisa saya tampilkan semua.
Syarah dan Hasyiyah
Beberapa syarah dan hasyiyah kitab ini
yang paling terkenal antara lain :
1. Tuhfatul
Muhtaj karya Imam
Ibnu Hajar al-Haitami (Pendapat dan fatwa beliau dijadikan pegangan oleh
mayoritas penduduk Yaman, Syam, Kurdi, Hijaz)
2. Nihayatul
Muhtaj karya
Imam Ramli (Pendapat dan fatwa beliau dijadikan pegangan oleh mayoritas
penduduk Mesir
3. Mughnil
Muhtaj karya Khatib
as-Syirbini
4. Kanzur
Raghibin (al-Mahalli) karya Imam Jalaluddin al-Mahalli
5. Hasyiyah
Qolyubi wa Umairah karya Syihabuddin al-Qolyubi
Dan masih banyak lagi.
Adab dan Tingakat Belajar
Saya akui, membaca dan memahami kitab
Minhajut Tholibin adalah sebuah tantangan tersendiri. Gaya penulisan kitab ini
cenderung tegas, lugas, dan sarat akan makna. Maka untuk memulai membaca kitab
ini, ada beberapa tips yang bisa di lakukan (berdasarkan pengalaman pribadi)
1.
Bacalah
kitab al-Muqoddimah al-Hadhromiyyah terlebih dahulu ! Saya pernah bertanya
kepada teman saya yang melanjutkan studinya ke Universitas al-Ahqaf Yaman,
perihal tingakatan belajar fiqih yang harus dilalui disana. Ternyata, kitab
Minhajut Tholibin termasuk jenjang yang tinggi dalam pelajaran fiqh disana.
Sebelum mulai membaca dan mempelajarinya, para mahasiswanya dituntut untuk
memahami kitab Muqoddimah Hadhromiyyah terlebih dahulu.
2.
Gunakan
syarah dalam membaca kitab ini ! Percayalah, menggunakan syarah akan sangat
membantu memahami kitab ini. Bahasa yang lugas dan ringkas dalam kitab ini akan
dijabarkan oleh syarihnya. Lalu, mau pakai syarah yang mana ?
Dalam al-Manhaj al-Sawi, Habib
Ahmad bin
Hasan al-Atthas berkata :
من اراد ان يتعلم فعليه بالمغني ومن اراد ان يعلم فعليه بالتحفة ومن اراد
ان يحقق فعليه بالمحلي على المنهاج
*Bila
dia seorang pemula hendak belajar, maka syarah
yang digunakan untuk pendamping adalah “Mughni
Al-Muhtaj.” Reputasi kitab ini dikenal luas sebagai salah satu kitab yang
paling renyah dibaca ketimbang syarah-syarah Minhaj lainnya. Sehingga, wajar saja jika kitab ini
direkomendasikan untuk para pemula yang masih baru mempelajari Minhaj.
*Sementara
bagi mereka yang siap mengajarkan kitab Minhaj,
maka dianjurkan untuk memilih “Tuhfatul
Muhtaj” sebagai rujukannya, tidak lain karena bahasanya yang agak sulit
dicerna. Walau begitu, karya Ibnu Hajar al-Haitami ini hadir sebagai wacana
fikih yang mampu memberikan solusi terhadap setiap persoalan-persoalan fikih
secara detail.
*Syarh Al-Mahalli (Kanzur Raghibin) adalah solusi terbaik bagi mereka
yang hendak membaca kitab al-Minhaj secara
mendalam (tahqiq). Imam Jalaluddin
al-Mahalli mengulas tuntas isi dari kitab Minhaj dengan menampilkan
rujukan-rujukan baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah. Tidak ketinggalan, beliau
juga menyisipkan nalar-nalar ushul fiqh di
tengah-tengah persoalan fikih yang beliau syarahi.
A’la
kulli hal, selamat belajar …
Oleh: M. Alawy Mahfudz.