Setelah lengser dari kepala desa, Memet memutuskan untuk kembali lagi ke kota, kembali menjadi pembantu majikan kesayangannya, yaitu Pak Bambang. Melihat pembantu kesayangannya pulang, Pak Bambang menyambutnya dengan memeluknya seakan-akan tak ingin melepaskannnya lagi, hingga Memet kesulitan bernafas, kemudian Pak Bambang menciuminya, menubruknya hingga keduanya kelihatan guling-guling dihalaman rumput Pak Bambang. Kalau kalian melihat mereka, maka kalian akan segera merekamnya, mempostingnya, dan akan menjadi viral. Karena mereka terlihat seperti sepasang lelaki yang sedang berzinah.
“Met, aku sangat-sangat kangen dengan kaulah, kutunggu berhari-hari, berjam-jam, bermenit-menit, berdetik-detik, bahkan setiap hembus nafasku ku slalu menunggumu Met. akhirnya kau datang juga”. curhat Pak Bambang melankonis, yang membuat Memet merasa harus jaga jarak dengan majikannya. ada yang salah dengan Pak Bambang, apa jangan-jangan Pak Bambang benar-benar termakan isu LGBT, gumam Memet dalam hati.
“Memang ada apa Pak? Kok sampai segitunya?” akhirnya Memet memutuskan bertanya. “gini Met, Saya mengajukan diri menjadi salah satu calon petinggi kota, dan itu juga bukan murni keinginan pribadi saya, melainkan banyak dari parpol-parpol itu yang menginginkan saya untuk ikut berpatisipasi.” jelas Pak Bambang serius.
Kali ini Memet bingung, kenapa Pak Bambang udah benar-benar macam petinggi kota yang kaku dan serius, pikirnya. “Lalu, kenapa bapak harus menunggu saya?” tanya Memet bingung. “Kau kan tahu, parpol-parpol itu, mendorong saya untuk berpartisipasi, tentu ada maunya. Mereka ingin menjadikan setiap wakil dari mereka, untuk menjadi wakil saya. Tapi, saya menolaknya, karena saya hanya ingin kau yang menjadi wakil saya”. jelas Pak Bambang membuat Memet hampir pingsan, terkaget-kaget, terjengkang-jengkang macam orang yang kesetanan, kesurupan, kalap atau apalah namanya ketika mendengarnya, Dia langsung teringat ketika ia menjadi Kepala Desa.
“Eh, ada apa Met? Kau setuju kan?” tanya Pak Bambang bingung bin penasaran. Bingung karena reaksi Memet, dan penasaran karena ingin tahu jawaban Memet. Kau bisa membayangkan bagaimana wajah Pak Bambang saat itu, seperti anak kecil yang bertanya kepada bapaknya tentang suatu hal yang baru pertama kali dilihatnya. Sangat-sangat penasaran.
“TIDAK. SAYA TIDAK SETUJU”. jawab Memet tegas. membuat Pak Bambang terkejut, terkaget-terkaget, terjengkang-terjengkang macam kesurupan, kesetanan, kalap, atau apalah namanya seperti reaksi Memet sebelumnya. Pak Bambang terkejut karena baru kali ini Memet menolak ajakannya. Pak Bambang mendekati Memet, memerhatikannya, memelototinya dari ujung rambut sampai ujung kaki, mencubitnya hingga si Memet mengaduh kesakitan, menampar kedua pipinya hingga si Memet menjerit aww…, mengeceknya, apakah ini benar-benar Memet pembantunya, atau jangan-jangan penyusup yang menyamar.
“Ini memang saya Pak, Memet, pembantu Bapak”. jelas Memet memelas. Pak Bambang memastikannya sekali lagi, melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, memerhatikannya, memelototinya dari ujung rambut sampai ujung kaki, mencubitnya hingga si Memet mengaduh kesakitan, menampar kedua pipinya hingga si Memet menjerit aww…, mengeceknya, benar. ini memang Memet pembantunya, tapi kenapa dia menolak ajakan saya, pikir Pak Bambang masih tak percaya. “Emang kenapa Met? Kenapa kau tak setuju?”. akhirnya Pak Bambang memutuskan bertanya.
“Hanya orang bodoh Pak, yang melakukan kesalahan yang sama dua kali”. jelas Memet macam seorang motivator. “HA?”. Pak Bambang ternganga. oh iya, Dia belum menceritakan kegagalannya menjadi Kepala Desa kepada Pak Bambang.....
By : Cupong Da Silva
0 comments: