Dalam arti bahasa, Ta’alluq adalah hubungan. Secara istilah, adalah dua perkara atau lebih yang mana duanya itu saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. dalam ilmu Nahwu, mengibaratkan Ta’alluq seperti Mubtada dan Khobar, Na’at dan Man’ut, Fi’il dan Fa’il, dan lain-lain.
Dalam kehidupan, semua orang memiliki Ta’alluq. Pasti itu!!! Apakah orang yang beruzlah memiliki Ta'alluq? Iya dong, kan orang itu bertakwa kepada Allah. itu kan Ta’alluq. Kepada siapakah kita Berta’alluq? Kepada Allah, Rasulullah, Nabi, Wali allah, sama guru, orang tua kita, dan lain-lain.
Karena kita lingkungan santri, mari kita bahas tentang Ta’alluqnya guru dan murid. Terkadang, kita sebagai santri telah lupa dengan namanya Ta'alluq. Mentok-mentok nya kalau sudah lulus (Boyong) Semua langsung lupa kepada orang yang mengajari dia dari 0 sampai 100. Ini adalah masalah yang besar, kok bisa? Qoth’ (putus), dalam Hadis Nabi Shallallahu alaihi wasallam “dan barangsiapa yang memutuskan tali persaudaraan dalam 3 hari maka orang itu tidak bisa mencium bau surga”. naudzubillah.
Kita bisa mengambil kisah dari seorang Kyai ‘Abdullah Sa’ad’ yang berta’alluq kepada Habib Luthfi bin Yahya. kesabaran Abdullah ketika menjadi santri Bib Luthfi adalah tidak diomongin (diajak bicara) selama 3 tahun. kalau santri zaman sekarang, udah gak kuat itu, langsung boyong wkwkw,,,, Masya Allah, almarhum Abdullah saat itu juga tangan kanannya Habib Luthfi. Begitu besar ta’alluqnya habib Luthfi dan Kyai Haji Abdulah Sa’ad.
Terima kasih
oleh Fardan
0 comments: