30 Oktober 2022 M, Kota Santri kembali mengadakan acara MMBS setelah dua tahun diliburkan karena corona yang datang. Seperti acara-acara MMBS sebelumnya, acara itu dimulai dengan lor alun-alun sebagai start sekaligus finishnya. Di sana, sudah dibuatkan macam gapura ketika lomba.
Katanya, tahun ini, istilah MMBS yang berkepanjangan Mlaku-Mlaku Bareng Santri, diganti dengan istilah MSS yang berupa singkatan dari Mlampah Sareng Santri. Yah, sama saja sih, hanya saja bahasanya yang berubah kromo, lebih santun dan halus. Dan seharusnya santri pun seperti itu.
Akan tetapi, seorang guru pernah menyumbang pertanyaaan di dalam kepala, “Kenapa namanya MMBS, Mlaku-Mlaku Bareng Santri. Padahal, semuanya yang mlaku-mlaku kan santri. Lantas, kalau dinamai bareng, berarti ada pihak yang gak santri dong.”
Alamak. Benar juga.
Namun, ketika mengikuti acara besar itu, berada di dalam barisan yang katanya santri, rasa itu muncul, bahwa kalau kudus menamainya dengan MMBS atau MSS sudah benar. Karena, seperti yang dikatakan sang guru, tidak semua - bahkan mayoritas - yang berbaris jalan-jalan di sana bersikap tidak seperti santri.
Apa itu santri?
Jadi, apakah mayoritas di sana seperti definisi di atas? Mungkin tidak. Mayoritas santri yang ikut ke simpang tujuh punya tujuan cuci mata. Nah, bukannya menjauhkan diri dari maksiat, tapi malah menghampiri. Ada juga yang memeriahkan dengan melempar potongan kertasyang mengotori di mana-mana, juga dengan Smoke Bomb yang membuat alun-alun macam tragedi Kanjuruhan. Apakah itu hal kebaikan? Tentu tidak. Lha wong sebenarnya sudah dilarang petugas. Lantas, apa yang berjalan-jalan itu senang? Oh, iya.
Suasana MSS |
Jadi, apakah barisan itu santri? Silahkan tanya diri sendiri!
*Komentar Kaji tentang acara Mlampah Sareng Santri
0 comments: