Sunday, June 11, 2023

Serial Si Memet : Kulit Jeruk


Sore itu, sore pertama bulan Ramadhan. Memet benar-benar payah hari itu. Haus dan lapar melanda dirinya. Di Tengoknya, jam dinding berulang kali, semakin kering tenggorokannya semakin sering dia menengok jam.

"Masih lama Mang?" Tanyanya kepada Mang Udin.

"Sebentar lagi." Mang Udin tetap sabar menjawab. Sudah lima kali Memet bertanya dalam lima menit terakhir ini. Walaupun sebenarnya waktu berbuka kurang satu jam lagi. 

"Met! Din! Sini! Kita siapkan buka puasa pertama kita." Seru Pak Bambang dari dalam. Pak Bambang walaupun sudah acuh tak acuh dengan agama, hehe kapan-kapan kita ceritain kenapa Pak Bambang bisa sampai seperti itu. Tapi kalau ramadhan, beliau ikut senang. Bukan senang karena puasa, tapi senang ikut berbuka.

Memet dan Mang Udin masuk kedalam rumah. Sekedar info, mereka tadi dari gazebo favorit mereka. Memet benar-benar ngiler melihat hidangan dihadapannya, ada kambing guling utuh, ayam ingkung utuh, aneka seafood, cumi, udang, lobster pun juga ada. Ikan-ikan tawar juga ada, gurame bakar, nila bakar, lele goreng dan lain lain. Bermacam-macam nasi, ada biryani, mandhi, kebuli, uduk, dan juga nasi biasa. Bermacam-macam sayuran, ada yang tradisional sampai kebarat-baratan. Bermacam-macam buah-buahan dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Semua dipesankan Pak Bambang, tinggal di tata di meja. Sedangkan Mang Udin, dia berdiri mematung. 

"Din, ngapain disitu? Sini bantuin." Tegur Pak Bambang. Mang Udin pun beranjak dengan langkah gontai ikut bantu-bantu.

Memet sangat antusias, apalagi saat melihat lobster. Dia belum pernah makan lobster, makanya dia sangat excited. Dia ambil lobster yang masih dibungkus kateringnya, dia angkat dia taruh di meja. Saat meletakkannya,

"ANJING!" Memet mengumpat, tangannya terkena capit lobster entah gimana itu, padahal sudah mati, mungkin tertusuk sedikit capitnya yang lancip atau gimana, penulis sendiri juga belum pernah makan lobster.

Mang Udin hanya melirik sekilas dengan pandangan tidak suka. Tak terasa,

NGUENG NGUENG NGUENG

Sirene waktu Maghrib berbunyi dari masjid. "Sudah waktunya, ayo Met Din." Antusias Pak Bambang langsung duduk di menjeplak. Ya sore itu konsepnya lesehan.

"Gas Pak." Memet ikut antusias ia langsung mencomot lobster.

Sedangkan Mang Udin, dia hanya duduk dengan gontai, minum air sedikit, kemudian cuma mengambil jeruk. Yang dia makan bukan jeruknya, cuma kulitnya. Kalian mesti bertanya, Emang bisa kulit jeruk dimakan? Bisa, kalau gak percaya coba saja sendiri. Memet yang melihat Mang Udin terheran-heran,

"Mang khenapa cuhma makhan khulit jeyiuk Mag? Khayak khambhing." Memet bertanya mulutnya masih penuh dengan makanan.

Mang Udin hanya melihat dengan pandangan sinis, tidak suka, tidak senang. Memet yang melihatnya salah tingkah.

"Eh, saya salah omong ya Mang." Kali ini mulutnya sudah kosong.

"Beginilah gambaran puasa kita hari ini." Mang Udin berkata datar sambil memperlihatkan kulit jeruk dan kemudian memakannya.

"Kulit jeruk Mang?" Memet masih belum paham. Sedangkan Pak Bambang masih asik makan, beliau kalau makan tidak bisa diganggu gugat.

"Puasa yang kita lakukan hari ini percuma, cuma dapat lapar hausnya doang. Tidak dapat pahalanya, Macam jeruk ni cuma dapat kulitnya doang."

"Eh kok bisa Mang?"

"Kau tadi, waktu menata makanan kau mengumpat, berkata kotor, lobster kau bilang anjing, itu sudah menghilangkan pahala puasa,..." Mang Udin menghela nafas, "lalu...ini." ia bentangkan tangannya ke semua hidangan yang ada di meja, ia berkaca-kaca.

"Eh kenapa Mang dengan makanannya?" Memet benar-benar bingung.

"Met, hakikat puasa adalah kita merasakan bagaimana menjadi orang yang tidak mampu, orang fakir miskin, menjadi orang yang mungkin makannya hanya bisa 3 hari sekali bukan 3 kali sehari. Merasakan bahwa kita tidak bisa sombong sebagai makhluk. Asal kau tahu Met, orang fakir miskin lebih mulia di sisi Allah, besok di akhirat dikatakan  kalau jarak orang fakir miskin masuk surga dengan orang mampu orang kaya, berjarak 500 tahun lamanya. Lalu, ini?!" Mang Udin matanya berkaca-kaca, tangannya lagi-lagi terbentang kepada hidangan di meja, ini benar-benar berlebihan, isrof.

Memet hanya menunduk, sedangkan Pak Bambang, "Din kamu gak makan? Kenapa malah mewek gitu, tenang ini semua halal kok. Kalo laper makan Din, jangan malah ditahan sampe nangis gitu, ini ada makanan banyak. La terus kamu ngapain juga Met? malah nunduk-nunduk gitu. Ya terserah kalian lah." Pak Bambang melanjutkan makannya, tak tahu dan tak peduli dengan apa yang telah terjadi.


Oleh : Arif Akbar.
Previous Post
Next Post

0 comments: