Perlu dicatat bahwa cinta Allah tidak dapat dipersamakan, dibandingkan, atau diukur dengan cinta manusia dalam kepastiannya. Allah dan cinta-Nya tidak dapat dilukiskan dengan pelukisan yang dilakukan oleh makhluk siapapun karena dia maha sempurna, sedangkan makhluk amat terbatas. Karena itu cinta Allah tidak mengandung makna kecenderungan hati sebagaimana cinta manusia. Sebab Allah "لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ" (Tidak ada sesuatu yang sepertinya), yakni yang sepertinya saja tidak ada, apa lagi yang sama dengan Nya.
Namun, sebagai makhluk kita tidak boleh minder untuk mencintai Allah. Karena dengan segala kehendakNya kita masih bisa mencintaiNya. Walaupun cinta kita tidak bisa disamakan dengan cintanya Allah. Maka dari itu cinta kepada Allah tidak sesulit yang kita bayangkan. Bahkan disebutkan didalam kitab Miftahussa’adah
“لأنّ الله قد أحَبَّنا مبدَئيًّا بواسع رحمته ومغفرته ”
Artinya : “Karena sesungguhnya cinta Allah kepada kita lebih dulu dengan luasnya kasih sayang dan pengampunannya”.
Dari perkataan tersebut kita bisa melihat betapa Allah sangat mencintai makhluknya, cuman kitanya saja yang kurang ajar. Salah satu bentuk cinta Allah kepada makhluknya yaitu kita bisa mendapatkan luasnya nikmat Allah yang diberikan kepada kita.
Sebelum kami tutup, disebutkan didalam kitab Dhou’ul Ma’ali Syarhil Bad’il Amali, dua bait karya imamuna As-syafi’i :
تعصي الإله وأنت تظهر حبه * هذا محال في الفعال بديع
لو كان حبك صادقا لأطعته * إن المحب لمن يحب مطيع
Artinya: Kau mendurhakai Tuhan, lalu kau mengaku mencintai-Nya? ini sungguh perbuatan muhal dan aneh. Jika memang kau jujur mencintai-Nya, pastilah kau patuh kepada-Nya karena pecinta selalu patuh kepada yang dicintainya.
Maka dari itu, mulai sekarang latihlah diri kita ini untuk membalas cinta Allah dengan cara mengurangi maksiat kepada-Nya dan juga selalu patuh apa yang diperintahkan-Nya. Sekian.
Oleh: Rano
0 comments: