“Kalau tidak bisa menguasai ilmu dunia, susah hidup kita. Mau jadi apa kalo belajar isinya ngaji ngaji mulu?”
Pun demikian seseorang yang menekuni ilmu akhirat saja mempunyai hujjah
“Hidup di dunia hanya sementara, dunia tidak dibawa mati. Dunia secukupnya, perbanyak bekal akhirat.”
Masing² dari mereka tidak ada yang benar, karena mereka hanya bertumpu pada satu sisi saja. Kalau kedua orang seperti ini dipertemukan, tidak akan ada jalan temu antara keduanya.
Banyaknya Pengklasifikasian ilmu merupakan hasil cipta manusia menyesuaikan kebutuhannya. Dalam nash Al-Qur'an dan juga Hadist² Rasulullah, tidak pernah ditemukan sebuah dalil untuk menitikberatkan salah satu ilmu, lalu meninggalkan lainnya.
Maka dari itu, dalam Al-’alaq : 1, Allah berfirman :
إقرأ باسم ربك الذي خلق
“BACALAH”
Ayat diatas sangat umum, tidak merujuk pada ilmu tertentu. Maka ilmu apapun itu, bacalah!.
Para ulama mempunyai pandangan bahwa ilmunya Allah itu dibagi menjadi 2, Qouliyah dan Kauniyah.
- Qouliyah adalah ilmu yang membahas tentang nash² agama. Al-Qur'an, Hadist, beserta perangkatnya merupakan golongan ilmu ini.
- Kauniyah adalah manifestasi dari ilmu Qouliyah, seperti sains, matematika, ekonomi, dan sebagainya.
Dalam Al-Qur'an terdapat ayat yang menerangkan penciptaan manusia di dalam kandungan (QS 23 : 14) termasuk dalam ranah ilmu Biologi. Ada juga ayat yang membahas peristiwa hipoksia yang terjadi di luar angkasa (QS 6 : 125) masuk dalam ranah fisika. Atau pembahasan sosial budaya yang terdapat pada (QS 49 : 13), dan masih banyak lagi.
Batasan 'Iqra'
Al-Qur'an menyerukan untuk iqra, namun disisi lain juga memberi semacam batasan tentang apa yang harus dibaca.
Jika kita perhatikan, setelah kalimat إقرأ, Allah memberi batasan dengan باسم ربك (Dengan nama Tuhanmu). Hal itu menjadi semacam dalil para ulama bahwa “Semua ilmu itu boleh dipelajari, namun tujuan akhirnya adalah pengetahuan tentang keagungan tentang Tuhan”.
Maka dari itu, tidak ada salahnya umat islam mempelajari ilmu-ilmu Kauniyah. Bahkan mempelajari ilmu-ilmu Kauniyah merupakan pengamalan dari (QS 3 : 191) sebagai bentuk tafakkur kita terhadap ciptaan Allah. Bahkan, sekelas Imam Syafi'i pun mempelajari ilmu sihir dengan tujuan untuk perlindungan dan tipu daya dari ilmu tersebut, bukan untuk mendzolimi orang lain.
Fun Fact
Tahukah kalian, dulu Islam pernah mencapai masa kejayaan (golden age) pada abad ke-7 pada masa Dinasti Abbasiyah dibawah kepemimpinan khalifah Harun Ar Rasyid dan Al Ma’mun. Di masa yang sama, bangsa Eropa (Kristen) saat itu sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk yang disebut abad kegelapan (darkness age).
Penyebab ketimpangan tersebut adalah kebebasan berpikir dan mempelajari ilmu pengetahuan. Jika dulu umat islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dengan adanya penerjemahan besar-besaran karya-karya Yunani dan India serta melahirkan cendekiawan-cendekiawan berpengaruh seperti Ibnu Sina dan Ar Razi, di Eropa sana ilmuwan-ilmuwan yang teorinya tidak cocok dengan Gereja akan ditangkap bahkan di eksekusi. Seperti contoh seorang ilmuwan bernama Galileo Galilei yang mempunyai teori bahwa “bumi itu bulat, dan bumilah yang mengitari matahari”
Tentu saja, teori ini berseberangan dengan gereja yang berpendapat sebaliknya. Sebagai hukuman, semua alat laboratorium Galileo disita oleh gereja, dan Galileo wafat dalam keadaan buta karena mempelajari matahari tanpa alat bantu.
Titik balik keadaan ini adalah saat Baghdad dibumihanguskan oleh Bangsa Mongol dan mengalami masa ortodoksi agama yang menyebar ke ke seluruh wilayah Islam. Disaat yang sama, Bangsa Eropa melakukan pemberontakan besar besaran terhadap Gereja dan mengalami Masa Pencerahan (Renaissance) dan memulai pemikiran bebasnya dari pengaruh dogma agama.
Jadi, bisa kita simpulkan bahwa kejayaan Islam dulu disumbang besar oleh ilmu pengetahuan Kauniyah yang sangat maju (diiringi dengan ulama yang hebat), sedangkan keterpurukan Eropa disebabkan oleh Ortodoksi agama yang akut dan alergi terhadap pengetahuan.
Dan penyebab kemunduran Umat Islam disebabkan oleh Ortodoksi agama yang berlebihan (mengaitkan semua hal dengan takdir) serta meninggalkan pengetahuan, sedangkan kemajuan Eropa disebabkan oleh kebebasan berpikir dari dogma agama.
Lalu, apakah kita harus meninggalkan dogma agama untuk mencapai kemajuan berpikir?
Salah satu keajaiban Islam adalah dogma agamanya tidak bertentangan dengan logika ilmu pengetahuan. Banyak cendekiawan-cendekiawan sains yang menjadi mualaf disebabkan mempelajari Al-Quran secara mendalam.
Felix Shiauw yang masuk islam karena ketidak cocokannya dengan teori Evolusi Darwin dan menemukan jawabannya di Al-Qur'an. Atau Dimitri Bolykov yang masuk islam karena mempelajari tentang tata surya dan menemukan jawabannya di Al Qur'an 14 abad yang lalu.
‘Ala kulli hal, Iqra’ !
Oleh : Ustadz Alawy