Kitab : Tajridus Shorih
Pengarang : Imam Zainuddin Ahmad Bin Abdul Latif Az-Zubaidi
Cetakan : DKI Beirut
Hadits : 98 dan 99
Halaman : 39
Diambil dari ngaji kitab tajridus shorih pada tanggal 03 Juni 2024 di pondok pesantren Al-Fattah Kudus oleh beliau Gus Aniq Muhammad Makki, B. Sc., MA.
Selengkapnya bisa dilihat disini : KLIKDISINI
Hadits 98
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللهِ مَا حَدَّثْتُ حَدِيثًا ، ثُمَّ يَتْلُو : إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى إِلَى قَوْلِهِ : الرَّحِيمُ(البقرة : ١٥٩إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمُ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنَ الْأَنْصَارِ كَانَ مَنْ رَآنِي يَشْغَلُهُمُ الْعَمَلُ فِي أَمْوَالِهِمْ وَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يَلْزَمُ رَسُولَ اللهِ لِشِيَعِ بَطْنِهِ وَيَحْضُرُ مَا لَا يَحْضُرُونَ وَيَحْفَظُ مَالَا يَحْفَظُونَ
Dari Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya orang-orang mengatakan “Abu Hurairah adalah yang paling banyak (Menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW), kalau bukan karena dua ayat dalam kitabullah aku tidak akan menyampaikannya.” Lalu dia membaca ayat: ‘(Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa penjelasan dan petunjuk……….) hingga akhir ayat (....Allah maha penyayang)’ (Qs. Al-Baqarah: 159-160). Sesungguhnya saudara-saudara kita dari kalangan muhajirin, mereka disibukkan dengan pekerjaan mereka di pasar-pasar dan saudara-saudara kita dari kalangan anshar, mereka disibukkan dengan pekerjaan mereka dalam mengurus harta mereka. Sementara Abu Hurairah selalu menyertai SAW. dalam keadaan lapar, ia selalu hadir disaat orang lain tidak datang, dan ia dapat menghafal disaat orang lain tidak dapat menghafal.”
Kita yang tidak berkapasitas seperti imam Syafi’i atau imam Bukhari yang memiliki daya ingat yang tinggi. Maka cara untuk menjaga ilmu ini dengan baik itu dengan cara menghafal ilmu itu sendiri. Karena tujuan kita mencari ilmu adalah meneruskan dan menyambung lidahnya Rasulullah SAW. Untuk disampaikan kepada umat.
Cara paling tradisional untuk menjaga ilmu itu dengan menghafal.
Slevel imam Bukhari di beberapa riwayat menyebutkan jika malam beliau itu dibagi menjadi 3 bagian. Malam sepertiga untuk tidur beliau, malam sepertiga lagi untuk ibadah beliau, dan malam sepertiga akhir untuk murojaah berkaitan dengan hadits dan ilmu.
Para sohabat dan ulama mereka sepakat, sohabat yang paling hafal dengan haditsnya nabi itu Abu Hurairah dari segi hafalannya bukan tulisan. Imam syafi’i berkata bahwa sohabat yang paling kuat hafalan hadits pada zamannya itu Abu Hurairah.
Orang yang menyembunyikan ilmu yang seharusnya ilmu itu bisa dirasakan oleh orang banyak, maka orang-orang yang seperti itu akan dilaknat oleh Allah SWT. Tapi jika mau bertobat, berbuat baik, dan mau menerangkan maka dia akan diterima taubatnya oleh Allah SWT. itulah yang menjadi landasannya Abu Hurairah untuk tidak menyembunyikan ilmu yang dia punya dan selalu meriwayatkan hadits dan menyebarkannya kepada sohabat-sohabat yang lain.
Hati- hati dengan perkataan abu hurairah لِشِيَعِ بَطْنِهِ (Demi kekenyangan perut Abu Hurairah). Jika hanya dilihat secara sekilas itu seperti serasa Abu Hurairah itu menghafal hadits nabi hanya mengharap kekenyangan perut. Tapi kenapa beliau sampaikan seperti itu? Karena tawadhu’. Garis besar kenapa beliau berkata seperti itu karena tawadhu’nya beliau kepada nabi Muhammad SAW. Jika dipikir-pikir tidak mungkin selevel Abu Hurairah menghafal hadits hanya karena mengharapkan duniawi.
Kesinambungan hadits ini dengan ilmu adalah bahwa ilmu itu harus diusahakan atau dihafalkan.
Beberapa pelajaran dari hadits tersebut:
Usaha kita untuk menjaga dan melestarikan ilmu
Kadang kita harus untuk mengajarkan ilmu kepada orang lain apa yang kita ketahui. Karena asas kemanfaatannya kembali kepada orang lain. Jangan mendahulukan tawadhu’.Bukan karena sombong tapi agar ilmu ini terjaga. Tawadhu’ boleh tapi harus lihat situasi dan kondisi.
Tawadhu’nya sohabat Abu Hurairah. Kadang memang tawadhu’ itu harus diperlihatkan agar tidak menjadikan salah paham orang lain.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh imam Bukhari di kitab yang lain (At-tarikh).
Hadits 99
وَعَنْهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي أَسْمَعُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنْسَاهُ قَالَ ابْسُطْ رِدَاءَكَ فَبَسَطْتُهُ فَغَرَفَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ ضُمَّهُ فَضَمَمْتُهُ فَمَا نَسِيتُ شَيْئًا بَعْدَهُ
Dari Abu Hurairah berkata, “Aku berkata “Wahai Rasulullah, saya telah mendengar dari engkau banyak hadits tapi saya selalu lupa. Beliau lalu bersabda, “Hamparkanlah
selendangmu.” Maka aku menghamparkannya lalu beliau (seolah) menciduk sesuatu dengan tangannya, lalu bersabda, “Ambillah.”Aku pun mengambilnya, maka sejak itu
aku tidak pernah lupa lagi.”
ilmu memang harus diusahakan dengan cara menghafal tapi Terkadang ilmu itu juga membutuhkan faktor eksternal untuk memperkuat hafalan kita.
Tidak begitu menyukai dunia itu salah satu potensi kita untuk gampang menghafal ilmu.
Kita jika sudah berkeluarga tidak usah untuk memaksa dalam mencari ilmu lagi. Carilah nafkah buat keluarga saja. Mungkin satu dua kali tetap ikut dalam majelis tapi tidak usah ngoyo, karena jika sudah berkeluarga kita bukanlah lagi seperti para santri yang masih di pondok yang bisa kapanpun untuk mencari ilmu. Kita memiliki tanggung jawab keluarga dengan bekerja dengan menafkahi.
Bolehnya menceritakan kelebihan diri sendiri disaat keadaan terpaksa dan hatinya terhindar dari sifat riya dan sombong.
0 comments: