Assalamualaikum sobat pendaki, bagaimana pendapat kalian tentang part 1 kemarin, menegangkan atau membosankan? karena disinilah inti dari kisah ini!.
Malam itu, masih di gunung Ungaran via perantunan. Setelah kejadian di pos itu (part 1) akhirnya si Udin dan Harun pun melanjutkan perjalanan agar tidak tertinggal sunrise, setelah berjalan lama, mereka akhirnya melewati pos… si Udin dan Harun berhenti sejenak untuk sekedar minum dan menstabilkan pernafasan. Di peristirahatan kali ini semua masih berjalan normal.
Setelah dirasa cukup, kami berdua melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan menuju puncak bondolan, kami kebingungan karena tidak menemukan pertigaan (kiri ke puncak bondolan dan puncak botak, kanan ke puncak benteng raiders). Akhirnya kami hanya bisa pasrah mengikuti jalan yang terlihat oleh headlamp kami, di tengah perjalanan tersebut si Udin sudah merasa tidak enak dan fokusnya pun mulai buyar ketika melihat dahan pohon yang menyerupai tongkat atau teken yang tersender di cangkruk (tempat duduk yang terbuat dari bambu) ia pun hanya bisa menunduk dan mengucap “Amit mbah” didalam hati, setelah melihat tongkat tersebut kejadian demi kejadian datang menimpa Udin.
Udin: “Sek woi enteni!”.
Orang yang dipanggil pun tidak mendengar teriakan Udin, di perjalanan menyusul Harun, perasaan Udin sudah tidak karuan, ia sesekali terjatuh ke tanah hingga Udin pun merasakan sesuatu yang mengusap kepalanya! dia sedikit memperlambat jalannya demi mencerna apa yang ia rasakan, si Udin pun menguatkan dirinya untuk positif thinking, tetapi ia juga sadar bahwa jarak antar hutan dan jalan yang dilewati Udin itu cukup jauh dan pohon-pohon disekitar Udin pun berukuran besar dan tinggi sehingga mustahil jika yang mengusap kepalanya itu dahan ataupun daun. Si Udin hanya bisa diam dan berusaha menyusul Harun dengan hati dan pernafasan yang tidak karuan, akhirnya ia bisa menyusul Harun, belum selesai dengan kejadian yang tadi sayup-sayup si Udin mendengar suara jangkrik yang semakin lama semakin keras, ia pun tetap berpikir positif bahwa suara itu adalah suara jangkrik, setelah beberapa langkah Udin masih mendengar suara jangkrik tersebut, tapi kali ini berubah menjadi suara lonceng yang sangat jelas!!.
Ia tidak bisa berbuat apa-apa selain diam, seakan-akan menghayati apa yang dialaminya. Selang beberapa saat, lonceng tersebut bertambah keras dan cepat, Udin pun mengajak Harun untuk menambah kecepatan. “Run, ayo cepet sitik” singkat cerita mereka sampai di puncak bondolan gunung Ungaran.
Mereka berdua melepas penat dengan beristirahat dan menikmati golden sunrise sambil membuat kopi dan mie. Dan ternyata tidak hanya Udin yang mengalami kejadian semalam.
Apa yang terjadi dengan Harun? apakah ia juga mengalami kejadian yang sama dengan Udin?. Tunggu kelanjutan cerita ini di part 3.
Oleh : Burhann
0 comments: